Mohon tunggu...
Zika Amell
Zika Amell Mohon Tunggu... Wiraswasta - writerpreuner

Seorang wanita yang menyukai birunya laut serta hamparan awan yang memutih di kaki langit. Saat ini sedang mencoba mengukir asa di serangkaian diksi yang menjelma sebuah keindahan dalam lara. Jalin silaturahmi boleh di sini Add fb Zika Amell Follow IG @zika_amell

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Nara

27 Februari 2020   07:51 Diperbarui: 27 Februari 2020   07:53 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Walau bagaimanapun itu Ayahku. Tidak sepantasnya aku menolak permintaannya. 

Beliau merawatku dari kecil saat Ibu meninggal karena penyakitnya. Dalam pelukannya aku bisa merasakan kehangatan yang hanya sesaat saja yang pernah  kurasakan dari Ibu. Usia 18 tahun cukup mengajariku arti kehidupan sesungguhnya. Penghasilan yang Ayah dapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Kadang Ayah harus meminjam ke tetangga untuk memenuhi biaya aku sekolah. 

Masa remaja tidak begitu menyenangkan untukku. Aku banyak membantu Ayah dengan kerja serabutan di pasar. Kadang aku sebagai kuli angkat barang belanja orang dan kadang aku menjadi buruh di pasar. Ah, yang namanya hidup selalu ada permasalahannya sendiri.

"Nara! Terdengar pekikan suara tinggi Ayah dari ruang depan, di sana Ayah sedang menunggu aku menyiapkan makan malam. Beliau memanggilku.

"Iya, Yah," sahutku dari dapur seraya berjalan menuju meja makan.

"Apa kamu sudah mempertimbangkan permintaan bapak kemarin, Nara?" seru lelaki tua itu yang tiba-tiba membulatkan bola matanya ke arahku.

Ayah memaksaku menikah dengan Suparman, seorang kakek yang usianya sangat tua bahkan lebih tua dari Ayahku. Kakek Suparman biasa orang desa memanggilnya. Ia adalah seorang rentenir kaya raya. Semua orang di desa yang lagi kesusaha acap kali meminta pinjaman uang padanya. 

Termasuk Ayahku, entah berapa banyak sudah jumlah uang yang Ayah pinjam sampai Ayah tidak mampu mengembalikannya karena sudah menumpuk hutangnya dengan lelaki renta itu. 

Sungguh malam nasibku harus dijodohkan dengan lelaki yang sudah bau tanah itu. Ah, paling Suparman hanya mengincar kegadisanku saja. Buktinya sudah berapa gadis yang Ayahnya tidak mampu bayar hutang diperistrikan lelaki tua itu.

Aku hampir putus asa dengan keputusan yang Ayah ambil. Bahkan sedikitpun Ayah memikirkan perasaanku. Perih mengiris hati ini bagai rentetan peluru menembus jantungku. Semua harapan dan cita-citaku ingin menjadi psikolog pupus sudah. Hancur berkeping-keping seiring tangisanku yang hampir kering karena meratapi nasib sialku. Aku mendengus geram pada Ayahku.

"Apa udah gak ada cara lain, Yah, selain memaksa diriku menikah dengan kakek tua itu?" Aku memelas meminta sedikit rasa lunak di hati Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun