Mohon tunggu...
Zahratul Yasmin
Zahratul Yasmin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswi yang sedang belajar menulis, mengabdikan diri, bermanfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal I'jazisme Ilmi

24 September 2021   11:00 Diperbarui: 24 September 2021   11:07 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber id.pinteres.com : Pengemban Islam

Mengenal suatu mukjizat khususnya Al-Quran dari sudut agama tentu sudah biasa. Namun, jika dipandang dari sudut sains tentu lebih menakjubkan dan memberi wawasan baru. Berbicara tentang mukjizat sudahkah kenal istilah i'jazisme ilmi atau bucailisme? Singkatnya bucailisme adalah pandangan Maurice Bucaille mengenai kemukjizatan al-quran dari sudut temuan sains modern. Selengkapnya akan dibahas dalam artikel ini mulai dari pengertian i'jazisme ilmi, metodologi Maurice Bucaille, dan tentu hasilnya.

Definisi I'jazisme Ilmi

I'jazisme berasal dari kata "ijaz" yang berarti mukjizat (melemahkan atau menjadikan tidak mampu) dan isme" yang berarti paham atau ajaran atau kepercayaan. Sedangkan "ilmi" berarti ilmu pengetahuan, maka secara keseluruhan i'jazisme ilmi merupakan suatu pemahaman mengenai kemukjizatan Al-Quran berdasarkan sudut pandang ilmu pengetahuan modern Maurice Bucaille. I'jazisme ilmi juga sering disebut dengan istilah bucaillisme, hal ini dikarenakan pembahasannya terkait pemikiran atau pemahaman dari Maurice Bucaille. I'jazisme ilmi juga dapat diartikan sebagai tata cara memandang Al Quran sebagai mukjizat dari sisi ilmu pengetahuan.

Pembahasan I'jazisme ilmi berkaitan dengan kemukjizatan baik mukjizat teks Al-Quran maupun teks sebelumnya (Taurat dan Injil). Menurut Al-Qaththan, mukjizat adalah suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan dan tidak akan dapat ditandingi (Anwar, 2021). Quraish Shihab menguraikan beberapa unsur yang ada dalam mukjizat, antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Hal atau peristiwa yang luar biasa,
  2. Peristiwa yang luar biasa,
  3. Luar biasa di sini ialah sesuatu yang tidak dapat dijangkau sebab dan akibatnya berdasarkan hukum-hukum secara umum.
  4. Terjadi atau dikatakan oleh nabi,
  5. Sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seseorang yang bakal menjadi nabi, tidak dinamakan mukjizat tetapi irhash. Sedangkan keluar biasa dan yang terjadi pada seorang mukmin yang dicintai Allah dinamakan karomah atau kekerabatan. Adapun yang terjadi pada orang yang ingkar kepada Allah dinamakan ihanah (penghinaan) atau istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi),
  6. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian,
  7. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dipenuhi (Anwar, 2021).

 Selain unsur-unsur tersebut mukjizat juga memiliki karakteristik tertentu, yakni sebagai berikut (Ahmad, 2016):

  1. Kejadian itu melampaui kemampuan manusia
  2. Kejadian itu di luar kebiasaan
  3. Kejadian-kejadian tersebut dapat dibuktikan oleh orang yang ahli dalam bidangnya
  4. Ramalan mengenai suatu peristiwa yang mana terjadi pada waktunya, dengan kata lain apapun yang diprediksi pada mukjizat tersebut terjadi seperti apa yang diprediksikan (Ahmad, 2016).

Perlu diketahui bahwasanya antara i'jaz ilmi dan i'jazisme ilmi terdapat perbedaan, yakni terletak pada tingkat kekhususannya atau sifatnya. I'jaz ilmi sifatnya lebih umum dibandingkan dengan i'jazisme ilmi. Jika i'jaz ilmi itu pandangan secara global mengenai kemukjizatan ilmu pengetahuan dalam Al-Quran, maka i'jazisme ilmi ialah pandangan seseorang yakni Maurice Bucaille mengenai kemukjizatan Al-Quran yang sesuai dengan temuan sains.

Metodologi Maurice Bucaille 

Pertama dalam penelitiannya mengenai keaslian Al-Quran, ia melakukan pendekatan historis dan filologis dengan metode komparasi. Ia meneliti sejarah Al-Quran dan membandingkan keasliannya dengan keaslian bibel. Kedua, ia memakai pendekatan saintifik dalam meneliti kesesuaian Al-Quran dengan sains modern.

Ada dua cara menggunakan pendekatan saintifik untuk mengkaji Al-Quran, yakni sebagai berikut:

  1. Memahami ayat-ayat kauniyyah dengan menggunakan pendekatan teori atau penemuan ilmiah dan perangkat ilmu-ilmu kontemporer. Teori-teori atau penemuan ilmiah tersebut hanya digunakan sebagai perangkat untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat Al-Quran.
  2. Berusaha mencari kesesuaian ayat-ayat kauniyyah dengan teori-teori ilmiah. Dalam hal ini menimbulkan kesan bahwa ayat-ayat Al-Quran dicocok-cocokkan dengan teori-teori ilmiah tersebut (Mutmainnah, 2016)

Walaupun Maurice Bucaille berhasil membuktikan bahwa Al-Quran sesuai dengan temuan sains modern, namun tidak dapat dipungkiri adanya kritik mengenai tindakannya tersebut. Salah satu kritiknya ialah Al-Quran merupakan kitab petunjuk bukan buku sains, ensiklopedia, disampingi itu terdapat yang tidak yakin akan kebenaran kesesuaian Al-Quran dengan sains modern yang bersifat hipotesa dan spekulatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun