Mohon tunggu...
Zera Zetira Putrimawika
Zera Zetira Putrimawika Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Detoxing for Discernment | Student of Education, Linguistics, Ushuluddin | I'm playing piano and badminton

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Catatan Teror KPK, Siapa Bisa Ungkap?

11 Januari 2019   19:08 Diperbarui: 15 Januari 2019   06:56 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KPK. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Efek Panas Jelang Pilpres 2019

Panasnya situasi politik jelang Pilpres 2019, akan ada dua tanggapan dari dua kubu berbeda mengenai teror di rumah Ketua dan Wakil Ketua KPK. Pertama, kubu pendukung rezim sekarang pasti akan beranggapan teror tersebut merupakan bentuk fitnah atau adu domba, untuk menjatuhkan pemimpin sekarang, yang statusnya sebagai petahana di pertarungan politik April mendatang. 

Sementara kubu yang bukan pendukung rezim sekarang, pasti akan memandang aksi teror terhadap KPK adalah bukti nyata ketidakberdayaan pemerintah, dalam membasmi tikus-tikus lapar yang kini merajalela di setiap sudut negara.

 Secara diksi, kedua anggapan itu memang tertuju kepada rezim yang kini tengah berkuasa. Namun ini bukan soal menyalahkan si A atau si B, tetapi soal komitmen pemimpin untuk berpihak kepada rakyat. Siapapun pemimpin yang akan menjadi juara di Pilpres 2019, diharapkan menyelesaikan satu pekerjaan rumah yang tidak kalah penting: memberi kekuatan hukum dan perlindungan terhadap KPK, dan bukannya membuat lembaga tersebut semakin lemah, sakit, sekarat, hingga akhirnya mati di usia yang baru menginjak 15 tahun.

Bila menyimak kembali pernyataan Wakil Ketua DPR RI yang menyebut suatu saat KPK mungkin tidak dibutuhkan lagi, seperti sebuah kalimat yang tidak masuk akal untuk negara darurat korupsi seperti Indonesia. Kalimat yang betul seharusnya seperti ini, "Kami akan berantas korupsi di Indonesia, bersama KPK, dan KPK akan menjadi lembaga negara yang berkekuatan hukum tetap."

Setuju dengan kalimat Agus Rahardjo tahun lalu, "Jangan sebut KPK lembaga Ad Hoc, karena kami akan terus ada selamanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun