Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Pencurian Besar di Abad yang Pesat Berkembang

25 Oktober 2019   22:57 Diperbarui: 26 Oktober 2019   22:02 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan berbagai macam teknologi yang semakin maju tidak berbanding lurus dengan karakter umat manusia yang tidak mendapat tempaan untuk memiliki karakter yang jauh lebih baik.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat ternyata tidak seiring dengan berkembangnya karakter dalam diri manusia untuk menjadi lebih baik dari masa ke masa. 

Hal ini terbukti dari banyaknya pencurian karya yang bahkan karya tersebut telah dipublikasikan, sudah terkenal di pasaran publik, sudah tak diragukan lagu kualitasnya. 

Tentu saja ini adalah hal yang kontras dan tak berbanding lurus dengan kemajuan teknologi yang semakin baik dan membantu umat manusia dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Tentu saja ini harus menjadi perhatian publik. 

Tapi, publik mana yang dimaksud bila sebagian besar turun tangan dalam memajukan pasar pencurian karya?

Pencurian karya yang dimaksud adalah seperti penjiplakan dan plagiarisasi yang kerap terjadi di salah satu wahana literasi. Mengapa saya sebut wahana? Karena jika perpustakaan, toko buku, dan segala hal yang memiliki akses ke arah ilmu pengetahuan adalah bentuk dari sebuah sarana, maka buku adalah salah satu wahananya.

Indonesia yang memiiki tingkat membaca yang rendah, menerbitkan sangat sedikit judul buku dalam setahun dibanding negara maju, industri literasinya memiliki satu sisi kelam, yaitu Pembajakan.

Ada banyak buku-buku bajakan yang beredar luas di masyarakat kita, dan konsumen buku bajakan ini tidak sadar bahwa ia telah menjadi bagian dari bentuk pencurian besar di abad yang sedang pesat berkembang. 

Kalau pun sadar, mereka tidak punya rasa peduli, tidak memahami, bahwa karya adalah bentuk ide yang harus dilindungi. 

Hal ini bahkan di atur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, yang dimana pasal-pasalnya berbunyi tentang macam pelanggaran seperti apa yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta, hingga konsekuensi yang harus dihadapi secara hukum jika ketahuan dan terbukti melakukan pelanggaran hak cipta.

Yang akan saya bahas disini adalah soal pembajakan buku. Bagi saya ini perbuatan tanpa dasar moral yang menjamur. Mulai dari toko-toko buku pinggir jalan, sampai online shop, banyak menjual buku-buku bajakan tentu saja dengan harga miring dan tak masuk akal.

Misalnya saya membeli satu buah buku serial seharga 100.000, namun di online shop ada yang menjual satu paket berisi empat buku lengkap dengan seluruh serial dengan harga di bawah 100.000. Tidak masuk akal, bukan?

Saya harus mengocek hingga 400.000 jika ingin memiliki koleksi lengkapnya, namun dengan membeli buku bajakan saya bisa mengeluarkan biaya yang jauh lebih murah dan bisa mengalokasikan uang yang saya miliki untuk hal lain.

Tapi seumur hidup, saya tidak pernah membeli yang namanya buku bajakan. Saya selalu membeli buku di toko buku besar yang terpercaya, atau langsung ke penerbitnya. 

Jika sedang berada di Bandung, saya selalu menyempatkan diri membeli buku-buku terbitan mizan langsung di Mizan Media utama, dimana buku-buku terbitan Mizan diperjualbelikan dengan harga yang lebih murah.

Kalau pun tidak memungkinkan untuk saya pergi ke toko buku, saya akan menunggu teman atau keluarga yang bisa dititipi. Saya pernah membeli buku di online shop, dengan catatan harus terpercaya seperti mizanstore.com.

Pernah saya menemukan online shop ketika iseng-iseng mencari tahu harga-harga buku bajakan, online shop tersebut yang menjual sebuah judul buku dengan harga seperempat lebih murah dari harga buku aslinya. Bagi saya ini adalah bentuk penghinaan terhadap karya yang sudah diterbitkan dan mendapat pengakuan.

Tahun lalu ketika masih tinggal di asrama saat kuliah tahun pertama, seorang teman yang memiliki kecintaan yang sama terhadap suatu serial novel menunjukan pada saya dengan bangga dua buku berserial yang ia beli secara online.

Melihat sekilas saja saya sudah tau itu bajakan. Saya menjelaskan padanya sambil menahan tangis bahwa yang ia beli bajakan, tidak menghargai hasil kerja penulis dan orang-orang di balik hadirnya tumpuk-tumpuk buku di toko buku. Setelah ia pergi, saya diam-diam menangis. Sedih sekali rasanya.

Saya tidak paham apa yang dipikirkan orang-orang yang membeli buku bajakan. Apa karena buku bajakan jauh lebih murah? karena tidak tahu menahu? atau boleh juga tidak mau tahu.

Padahal buku-buku bajakan memiliki kualitas kertas, tinta, dan fisik buku yang buruk. Tinta tulisan yang tidak tercetak dengan baik, kertas mudah robek, cover buku kasar dengan kualitas gambar buruk, dan seringkali kertas dalam buku berceceran keluar karena lem yang tidak bagus.

Saya pernah mendapatkan buku bajakan milik teman yang selain kertasnya mudah sobek, kertas tersebut adalah kertas buram yang biasa dipakai untuk coretan berhitung ujian matematika dan fisika di sekolah. 

Lucu sekali, bukan? Maka dari segi kualitas ini pun buku bajakan tidak pantas berada dalam jejeran buku koleksi.

Soal anti membeli buku bajakan, alasan utama saya adalah menghargai. Membeli buku asli dari pihak terpercaya adalah bentuk menghargai penulis dalam berkarya dan berkontribusi dalam sumbangsih ide yang terbentuk dalam sebuah buku karyanya.

Dalam buku itu bukan hanya karya tulis sang penulis saja yang dihargai. Ada editor, desain cover, dan banyak orang yang berperan dibalik terbitnya sebuah buku. Bukan hanya penulis seorang saja. Jadi, buku-buku yang hadir di sekitar kita adalah bentuk kerjasama paling indah yang ada di muka bumi.

Ada banyak penulis yang menggantungkan seluruh hidupnya pada menulis, hanya mengandalkan hasil royalti yang tidak seberapa jika bukunya tidak laku di pasar legal, dan beredar luas di pasar ilegal, dunia perbajakan.

Ketika belum bisa membeli buku-buku impian, yang saya lakukan adalah bersabar menunggu hingga uang tabungan terkumpul. Karena bagi saya, membaca adalah proses. 

Ketika kita membaca buku, pikiran dan hati kita akan berproses, mencerna tiap kalimat, paragraf, juga pada makna-makna yang tersurat dan tersirat. 

Sehingga dalam proses kepemilikan buku, ketika tidak bisa memiliki sekarang yang saya lakukan adalah menunggu hingga saat yang tepat itu tiba. Proses memiliki hal yang kita senangi juga adalah bentuk dari berproses itu sendiri, bukan?

Saya tidak mau menyia-nyiakan satu pun bagian dari proses tersebut dengan uang seadanya, memotong waktu berproses menjadi lebih singkat lewat buku bajakan. Saya menjaga pikiran saya dari buku bajakan karena sumbernya saja tidak jelas.

Jika saya ingin membaca dengan segera, saya akan mencari teman yang memiliki buku itu lalu meminjamnya. Itu juga proses, lebih keren lagi prosesnya. 

Membaca sambil menjaga barang yang kepemilikannya milik orang lain. Ketika hal itu terjadi, kita berarti sedang memproses diri menjaga amanah dari orang yang dipinjam bukunya.

Saya kira semakin maju peradaban dunia, karakter dalam diri juga harus di upgrade lebih baik lagi. Tidak mengkonsumsi buku-buku bajakan yang jelas statusnya ilegal dimata hukum, adalah bentuk menyelamatkan diri sendiri juga orang-orang yang terlibat dalam karya tersebut.

Saya harap dengan adanya tulisan ini bisa mengetuk pintu hati teman-teman yang masih membeli buku-buku bajakan dan mulai beralih pada buku yang asli dengan membelinya di toko buku terpercaya, meminjam pada teman, atau membeli e-booknya karena harga e-book lebih murah akibat tak ada biaya cetak dan biaya lainnya.

Ada banyak cara untuk menyiapkan diri kita menghadapi dunia yang semakin gila karena cepatnya teknologi yang berkembang. Salah satunya adalah dengan tidak terlibat dalam pembelian karya yang ilegal; buku bajakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun