Kesimpulan:
Secara umum, fiqh klasik memandang keputusan childfree secara permanen sebagai hal yang bertentangan dengan tujuan pernikahan dalam Islam dan maqashid al-syari'ah. Sementara itu, fiqh kontemporer lebih membuka ruang diskusi dan kontekstualisasi, asalkan keputusan tersebut diambil berdasarkan alasan yang sah dan tidak melanggar prinsip dasar syariat.
Dengan demikian, keputusan untuk childfree bukan sekadar persoalan pilihan personal, tetapi juga menyangkut tanggung jawab spiritual, etika, dan sosial. Umat Islam yang mempertimbangkan keputusan ini perlu bermusyawarah, berdiskusi dengan ahli agama, dan menimbangnya secara matang dalam bingkai nilai-nilai Islam yang rahmatan lil 'alamin.
Referensi:
1. Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, Juz 2.
2.Yusuf al-Qaradawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Mizan, 2003.
3.Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr.
4.Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fatwa tentang Keluarga Berencana, 2009.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI