Mohon tunggu...
Zaula Dzikrona
Zaula Dzikrona Mohon Tunggu... Mahasiswa ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga 24107030116

halo aku seorang ekstrovert

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Sekedar Dagang: Danusan Maguwo, Ajang Kreativitas Anak Muda

3 Juni 2025   08:13 Diperbarui: 3 Juni 2025   08:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
potret saya dan teman-teman melakukan danusan di depan stadion maguwo (sumber: dokumentasi pribadi)

Minggu pagi di Yogyakarta selalu menghadirkan suasana yang berbeda. Udara masih segar, sinar matahari baru menembus dedaunan, dan jalanan mulai dipadati aktivitas warga yang mengisi akhir pekan dengan berolahraga atau sekadar jalan santai. Namun ada satu titik di timur Jogja yang menyuguhkan pemandangan unik yaitu di Stadion Maguwoharjo di Sleman. Di sinilah puluhan anak muda mulai menggelar dagangan mereka sejak pagi buta, menghadirkan semangat yang tak kalah riuh dari pertandingan sepak bola yang biasanya digelar di stadion itu.

Inilah danusan Maguwo: bukan sekadar aktivitas berjualan, tapi wujud nyata semangat, kreativitas, dan solidaritas anak muda Jogja.

Setiap Minggu pagi, trotoar dan area depan stadion disulap menjadi pasar mini penuh warna. Anak-anak muda mahasiswa, pelajar, dan anggota komunitas berdiri di balik meja lipat, gantungan baju, atau tikar sederhana. Produk yang dijual pun beragam: mulai dari baju,buku,sepatu preloved.

Namun yang membedakan danusan di Maguwo dengan bazar biasa adalah suasananya. Energinya terasa hidup, penuh canda, kreativitas, dan interaksi hangat. Setiap lapak punya daya tarik tersendiri yaitu dengan menawarkan kepada setiap orang yang lewat sambil mengangkat dagangnnya, lalu orang-orang terutama yang menggunakan motor langsung memarkir motornya untuk melihat-lihat dagangan tersebut.

Bagi banyak anak muda, momen ini adalah kesempatan untuk unjuk gigi. Tak sekadar jualan, mereka belajar cara memasarkan produk, berinteraksi dengan pembeli, hingga menghitung untung-rugi secara langsung. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong yang terasa kental. Satu kelompok bertugas membawa meja, satu lagi membawa stok barang, sementara yang lain sudah siap menyambut pembeli pertama sambil bersenandung lagu indie lewat speaker kecil.

Danusan ini seringkali bukan berorientasi pada profit pribadi. Banyak dari mereka berjualan untuk mengumpulkan dana kegiatan organisasi, seperti acara kampus, lomba, atau kegiatan sosial. Namun dari aktivitas sederhana ini, terbentuklah mental kewirausahaan dan rasa tanggung jawab yang kuat.

Salah satu pelaku danusan, Rani---mahasiswi semester lima---bercerita bahwa awalnya ia hanya ikut-ikutan teman. Tapi setelah beberapa kali terlibat, ia mulai menikmati prosesnya.

"Awalnya cuma bantu-bantu teman jualan baju bekas buat dana acara kampus. Tapi lama-lama malah pengin buka usaha sendiri. Seru banget, dari cari barang, foto produk, sampai nawar-nawarin langsung ke orang-orang. Rasanya lebih nyata dari kuliah bisnis," ungkapnya sambil tertawa.

Bagi Rani dan banyak anak muda lainnya, Maguwo di Minggu pagi adalah sekolah tanpa dinding, tempat belajar hal-hal yang tak bisa diajarkan sepenuhnya di ruang kelas: bagaimana menghadapi pembeli yang cerewet, menata lapak agar menarik, hingga menyeimbangkan peran sebagai pelajar sekaligus penjual.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun