cukai rokok untuk tahun 2023-2024, padahal APBN untuk tahun 2024 belum juga dilakukan pembahasan secara serius.Â
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mempertanyakan keputusan pemerintah menaikanMenurutnya pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada publik dan DPR, terkait keputusan penaikan tariff cukai rokok secara sekaligus untuk tahun 2023 dan 2024.Â
Hal ini telah diatur dalam pasal 5 ayat (4) UU Cukai apapun alasannya tarif cukai rokok perlu dibahas bersama dan disetujui dengan DPR, sehingga Kementrian Keuangan harus segera melakukan diskusi secara komprehensif mengenai kebijakan ini, begitu kurang lebih kata Puteri pada Senin (7/11/2022).Â
Pada 9 November kemarin pemerintah mengumumkan rata-rata kenaikan tarif cukai hasil tembakau, untuk tahun kedepan sebesar 10% beberapa spesifikasi diantaranya; sigaret kretek tangan (SKT) golongan I, II, dan III, tarif cukai naik 5%, sigaret putih mesin (SPM) golongan I dan II 11% hingga 12%, dan sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dan II 11,5% hingga 11,75%.Â
Terutama untuk industri rokok sigaret kretek tangan yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan, karena kenaikan tarif akan berdampak pada petani tembakau dan pekerja pabrik rokok itu sendiri, tambahnya. Komisi XI, Kemenkeu dan Komisi XI Perlu Segera Lakukan Pembahasan Mengenai Kenaikan Tarif Cukai Rokok, dpr.go.id. (09/11/2022)Â
Ahli Ekonomi dan Politisi Faisal Basri berpendapat struktur cukai di Indonesia yang terbagi dalam golongan masih terlalu banyak sehingga kurang efektif, menurutnya "struktur 8 layer masih memberikan degree of maneuverability kepada perusahaan, untuk mengakali kenaikan cukai."Â
Mengutip dari DetikFinance dalam artikel yang ditulis oleh Ignacio Geordi Oswaldo Dosen Fakultas Ekonomi UI ini, juga mendesak pemerintah untuk melanjutkan kebijakan simplifikasi struktur dan tarif cukai.Â
Karena jika dikaitkan dengan kesehatan batasan produksi 3 miliar batang itu tidak ada hubungannya, terutama terkait batasan produksi golongan 2 Faisal berharap pemerintah bisa merevisi ketentuan mengenai penggolongan pabrik rokok, karena menurutnya itu sudah tidak relevan.Â
Sigaret Kretek Mesin (SKM) tidak perlu lagi ada penggolongan karena diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar, adanya penggolongan ini tujuannya untuk UKM dan pabrik rokok mesin itu tidak termasuk UKM, jelas Faisal.Â
Pengamat Kebijakan Publik Febri Pangestu, menambahkan bahwa pembedaan berdasarkan jenis dan sistem produksi rokok membuat struktur tarif cukai di Indonesia sangat kompleks.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menilai para perokok sebagai beban negara karena memakan anggaran subsidi yang cukup besar, statement tersebut menuai banyak kritikan di media sosial terutama mengenai sumbangan rokok untuk pemasukan negara yang jauh lebih besar, daripada tarif cukai-nya.Â