Mohon tunggu...
Zamzami Tanjung
Zamzami Tanjung Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Melihat berbagai sisi, menjadi berbagai sisi, merasa berbagai sisi, berharap bijak jadi teman abadi, visit my blog winzalucky.wordpress.com, zamzamitanjung.blogspot.com and enjoy it :)

Melihat berbagai sisi, menjadi berbagai sisi, merasa berbagai sisi, berharap bijak jadi teman abadi, visit my blog winzalucky.wordpress.com, zamzamitanjung.blogspot.com and enjoy it :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

DPD RI: Antara Latar Belakang dan Pengaturan

26 Februari 2014   08:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan November 2001.

Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem bikameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang menganut paham demokrasi.

Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah,  secara adil dan serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk  hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi yang nyata  bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut (http://www.dpd.go.id).

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dilihat bahwa kehadiran dari DPD RI hasil amandemen ke-3 UUD 1945 yang dilakukan ada tahun 2001, dikelompokkan pada dua dasar yaitu untuk mengubah sistem perwakilan dalam berubah dari unicameral menjadi bicameral dan untuk meningkatkan peran serta daerah dalam pengelolaan pemerintahan di tingkat pusat. Cita-cita besar ini disebut ideal bagi penguatan parlemen Indonesia yang selama ini dikuasai oleh DPR RI tanpa adanya penyeimbang (check and balance) dari lembaga lain. Hingga tanpa ada penyeimbang kekuasaan dari DPR RI dalam Parlemen, maka kewenangan dari DPR RI bisa saja sewenang-wenang dan merugikan daerah-daerah akibat dari sebuah produk UU. Penguatan parlemen indonesia tersebut menurut penulis masih dalam kerangka penguatan sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia.

Sebelum adanya DPD RI dan sebelum amandemen UUD 1945, perwakilan daerah tersebut ada namun keberadaan Utusan Daerah (UD) tersebut hanya berada dan mempunyai kuasa dalam sidang MPR RI. Dengan demikian kuasa dari Utusan Daerah tersebut hanya sebagai badan yang bersama dengan DPR RI dan Utusan golongan untuk mengubah UUD 1945, Melantik dan memberhentikan Presiden dan ikut menetapkan Ketetapan MPR RI yang ketika itu berlaku sebagai peraturan perundang-undangan (dalam UU No. 12 Tahun 2011, TAP MPR kembali dimasukkan sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan). Keberadaan Utusan daerah dalam MPR RI tidak ada dalam sebuah kamar (camare) sebagaimana DPR. Dengan demikian parlemen Indonesia disebut dengan istilah unikameral atau satu kamar. Kondisi seperti demikian akan mengecilkan kebeadaan utusan Daerah.

Atas dasar tersebut, utusan daerah dirubah wajahnya dari tidak mempuyai kamar menjadi mempunyai kamar yang disebut dengan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Dengan demikian parlemen Indonesia (MPR RI) diisi oleh dua kamar yaitu kamar pertama diisi oleh DPR RI dan kamar Kedua diisi oleh DPD RI. Adanya kamar tersendiri bagi utusan Daerah tersebut, diharapkan akan meningkatkan partisipasi daerah dalam pengelolaan negara.

Pengaturan mengenai keberadaan DPD RI tersebut diatur dalam ketentuan sebagai berikut :

Pasal 22C UUD 1945 :

1)Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

2)Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

3)Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

4)Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Pasal 22D UUD 1945 :

1)Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2)Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

3)Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undangundang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

4)Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Kesimpulan bahwa pengaturan seperti yang terdapat dalam Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945 pada kenyataannya bagi banyak pakar tidak memenuhi keinginan dari latar belakang pembentukkan DPD RI. Kajian tekstualterhadap masing-masing pasal 22C dan Pasal D UUD telah banyak dilakukan oleh para pakar seperti Bagir Manan, Jimmly Asshiddiqqie dan Saldi Isra, pada kesimpulan akhir dari kajian kajian tekstual terhadap masing-masing pasal tersebut bahwa DPD RI tidak diberikan kekuasaan sebagaimana sebuah lembaga legislatif “penuh”. Wajar saja jika kita tidak melihat kiprah yang menonjol dari DPD RI dalam pengelolaan negara, karena dasar pengaturan dalam konstitusi menurut Bagir Manan sebagai “pengaturan setengah hati”.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun