Di tepi Sungai Tatang, Sumatra Selatan, terdapat sebuah batu tua yang menyimpan rahasia kejayaan kerajaan maritim terbesar di Nusantara pada abad ke-7: Prasasti Kedukan Bukit. Bagi masyarakat modern, prasasti ini mungkin sekadar batu berukir, tetapi bagi para sejarawan dan arkeolog, ia adalah jendela ke masa lampau yang memotret kehidupan, politik, agama, dan strategi kerajaan Sriwijaya.
Bayangkan, Anda berada pada tahun 683 Masehi. Di tengah hutan lebat Sumatra, seorang raja muda bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa memimpin rombongan besar, menyeberangi sungai, menavigasi rawa, dan menghadapi rintangan alam yang luar biasa. Setiap langkah ekspedisinya bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga ritual spiritual dan simbol legitimasi politik. Dari prasasti ini, kita bisa menemukan 7 fakta menarik yang membuka tabir sejarah Sriwijaya.
1. Bukti Kejayaan Sriwijaya: Kerajaan Maritim yang Mendominasi Nusantara
Prasasti Kedukan Bukit, yang tertulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, berasal dari tahun 605 Saka (683 M). Tulisan ini mencatat perjalanan Dapunta Hyang Sri Jayanasa dalam ekspedisi militer dan spiritual. Fakta pertama yang paling menonjol adalah menegaskan keberadaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang berkuasa.
Raja muda ini tidak sekadar memimpin kerajaan dari istana; ia menavigasi jalur sungai, mengirim pasukan ke berbagai wilayah, dan mengamankan pelabuhan strategis. Hal ini menunjukkan bahwa Sriwijaya bukan hanya pusat perdagangan, tetapi juga kerajaan dengan administrasi, logistik, dan strategi militer yang terorganisir. Bayangkan sungai dan rawa Sumatra sebagai jalur transportasi utama---tanpa keterampilan navigasi yang tepat, ekspedisi raja bisa berakhir tragis. Prasasti ini memberi kita gambaran tentang kepemimpinan visioner yang menggabungkan kekuatan politik dan kemampuan militer.
2. Perjalanan Ritual dan Ekspedisi Militer yang Bersinergi
Dalam Prasasti Kedukan Bukit, perjalanan raja dan pengikutnya disebut sebagai siddhayatra, sebuah istilah yang mencerminkan perjalanan suci yang juga memiliki tujuan politik. Dapunta Hyang Sri Jayanasa tidak hanya menaklukkan wilayah baru; ia juga menjalani ritual keagamaan untuk memastikan kesuksesan ekspedisinya.
Kita bisa membayangkan raja muda ini memimpin pasukan melewati hutan dan sungai, dengan para pendeta atau biksu di sampingnya, mengumandangkan doa dan mantra. Fakta ini menunjukkan bahwa politik dan agama berjalan beriringan: legitimasi raja diperoleh melalui kemenangan militer dan persetujuan spiritual. Dengan kata lain, kemenangan bukan hanya tentang kekuatan senjata, tetapi juga tentang keberkahan ilahi.
3. Struktur Pemerintahan dan Kehidupan Sosial Sriwijaya