Demam berdarah dengue (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk ke manusia. Penyakit ini lebih umum di daerah tropis dan subtropis daripada di daerah beriklim sedang.
Kebanyakan orang yang terjangkit dengue tidak menunjukkan gejala. Bagi mereka yang mengalami gejala, gejala yang paling umum adalah demam tinggi, sakit kepala, nyeri badan, mual, dan ruam. Sebagian besar membaik dalam 1-2 minggu. Beberapa mengalami dengue parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Dalam kasus yang parah, demam berdarah dapat berakibat fatal (WHO, 2025).
Prevalensi
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mencatat penurunan signifikan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada awal 2025. Hingga 14 Mei 2025, total kasus DBD yang tercatat dari Januari hingga April mencapai 9.437 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 0,57%, menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 14.634 kasus pada April 2024.
Di kota metropolitan yang beriklim tropis seperti Surabaya, nyamuk Aedes aegypti menjadi pemeran utama penyebaran virus dengue penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD). Adanya genangan air kecil, sanitasi lingkungan yang kurang terkelola, serta perubahan iklim yang memicu curah hujan tidak menentu memungkinkan populasi nyamuk berkembang cukup pesat.
Nyamuk adalah hewan berjenis serangga mungil yang memiliki sayap dan kerap menghisap darah manusia untuk dijadikan sumber energi terutama untuk nyamuk betina yang akan digunakan untuk bereproduksi. Vampir mini ini dianggap hewan paling menyebalkan oleh manusia. Selain karena membuat bekas gigitan yang menyebabkan gatal, ia pun termasuk hewan yang sangat bising ketika menghampiri sumber pendengaran manusia.
Lantas bagaimana penularan yang dilakukan oleh nyamuk untuk menyebarkan virus dbd, berikut merupakan penjelasan ilmiah menurut (WHO, 2025) :
Penularan dari manusia ke nyamuk
Nyamuk dapat terinfeksi oleh orang yang terinfeksi virus dengue (DENV). Orang ini bisa saja terinfeksi dengue dengan gejala, belum menunjukkan gejala (pre-simptomatik), dan juga tanpa gejala (asimtomatik). Penularan dari manusia ke nyamuk dapat terjadi hingga 2 hari sebelum seseorang menunjukkan gejala penyakit, dan hingga 2 hari setelah demam mereda. Risiko infeksi nyamuk berkorelasi positif dengan viremia tinggi dan demam tinggi pada pasien; sebaliknya, kadar antibodi spesifik DENV yang tinggi berkorelasi dengan penurunan risiko infeksi nyamuk. Kebanyakan orang mengalami viremia selama sekitar 4-5 hari, tetapi viremia dapat berlangsung hingga 12 hari.
Penularan melalui ibu
Cara penularan utama virus dengue antar manusia melibatkan vektor nyamuk. Namun, terdapat bukti kemungkinan penularan maternal (yaitu dari ibu hamil ke bayinya). Di saat yang sama, tingkat penularan vertikal tampaknya rendah, dengan risiko penularan vertikal tampaknya terkait dengan waktu tertular infeksi dengue selama kehamilan. Jika seorang ibu terinfeksi dengue saat hamil, bayinya dapat mengalami kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan gawat janin.
Sampai saat ini pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya untuk menanggulangi penyebaran virus DBD, dan hasilnya cukup memuaskan. Data menunjukan adanya penurunan angka pasien terkena penyakit dbd di jawa timur terutama di surabaya yang cukup signifikan.
Inovasi Pemanfaatan Nyamuk Ber-wolbachia
Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak. Melalui mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster. (Grehenson, 2025)
Penelitian mengenai pelepasan nyamuk ber wolbachia yang dilakukan di Yogyakarta terbukti berhasil menurunkan kasus DBD di wilayah intervensi, hal ini selaras dengan pengakuan WHO yang menyatakan adanya bukti dampak positif intervensi ini terhadap kesehatan masyarakat.
Studi laboratorium dan literatur juga membuktikan bahwa Wolbachia mampu mengganggu sistem reproduksi nyamuk, memperpendek usia hidupnya, serta menghambat replikasi virus dengue, meskipun efektivitasnya baru tercapai bila proporsi nyamuk ber-Wolbachia di alam mencapai ambang sekitar 60% agar populasi dapat berganti secara berkelanjutan.
Meski begitu, beberapa tantangan terkait aspek keamanan, seperti potensi transfer horizontal ke spesies non-target dan dampak jangka panjang terhadap ekosistem, yang sampai saat ini belum terbukti merugikan tetapi tetap memerlukan kajian secara menyeluruh. Di Indonesia, program ini masih dalam tahap uji coba di beberapa kota seperti Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang, Yogyakarta, dengan keberhasilan yang dapat membuka peluang ekspansi lebih luas. Selain itu, faktor sosial juga menjadi tantangan penting, karena persepsi masyarakat terhadap pelepasan organisme dengan mikroba baru menuntut adanya edukasi dan transparansi agar intervensi ini dapat diterima dengan baik.
Apakah Teknologi Wolbachia Layak untuk Surabaya?
Peluang:Â
- Kota besar seperti Surabaya bisa menjadi kandidat kota yang menerapkan teknologi baru dengan risiko DBD yang nyata. Hal ini bisa dilakukan setelah adanya evaluasi dari kota lain yang berhasil melakukan penerapan.
- Jika tingkat penetrasi wolbachia di populasi nyamuk tercapai ambang optimal, distribusi kasus DBD bisa berkurang signifikan dalam jangka menengah hingga panjang.
- Program ini bisa melengkapi strategi klasik (3M, fogging, edukasi) dan bukan menggantikan.
Namun, tetap perlu diperhatikan:
- Diperlukan observasi ketat untuk memastikan pelepasan nyamuk tidak membawa risiko terhadap ekologi atau kesehatan yang tak terduga.
- Memperhatikan karakteristik lingkungan perkotaan, kepadatan penduduk, banyak lokasi genangan yang tersembunyi, dan mobilitas yang mungkin menyulitkan distribusi wolbachiaa merata terutama di daerah Kota Surabaya.
- Anggaran dana, logistik, dan regulasi harus diperhitungkan dengan matang sebelum di adopsi penuh.
- Respon masyarakat terhadap penerapan teknologi ini harus dipastikan terlbih dahulu melalui seminar edukasi dan dialog publik.
Nyamuk Aedes aegypti memang tetap menjadi ancaman kesehatan serius terutama di Kota Surabaya karena berperan sebagai pembawa virus dengue. Meskipun kasus DBD di Surabaya meningkat pada 2024 menjadi 231 kasus, namun sampai saat ini belum ada laporan kematian. Upaya pengendalian mandiri melalui 3M, inspeksi rumah, dan partisipasi masyarakat tetap harus menjadi fondasi utama.
Teknologi pemanfaatan nyamuk ber-Wolbachia mengusulkan strategi inovatif yang terbukti ilmiah kuat untuk mengurangi kemampuan nyamuk menularkan virus dengue. Apabila dipraktikkan dengan tepat dan hati-hati, metode ini bisa menjadi pelengkap efektif bagi strategi konvensional.
REFERENSI :
- Grehenson, G. (2025, Mei 24). Pakar UGM: Nyamuk Wolbachia aman bagi manusia dan mampu menurunkan kasus DBD. Universitas Gadjah Mada. https://ugm.ac.id/id/berita/pakar-ugm-nyamuk-wolbachia-aman-bagi-manusia-dan-mampu-menurunkan-kasus-dbd/
- Amaludin. (2025, Mei 14). DBD di Jatim menurun, tercatat 9.437 kasus awal 2025. Metro TV News. https://www.metrotvnews.com/read/b3JCp9vV-dbd-di-jatim-menurun-tercatat-9-437-kasus-awal-2025
- World Health Organization. (2025). Dengue and severe dengue. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-dengue
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI