Sampai saat ini pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya untuk menanggulangi penyebaran virus DBD, dan hasilnya cukup memuaskan. Data menunjukan adanya penurunan angka pasien terkena penyakit dbd di jawa timur terutama di surabaya yang cukup signifikan.
Inovasi Pemanfaatan Nyamuk Ber-wolbachia
Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.
Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak. Melalui mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster. (Grehenson, 2025)
Penelitian mengenai pelepasan nyamuk ber wolbachia yang dilakukan di Yogyakarta terbukti berhasil menurunkan kasus DBD di wilayah intervensi, hal ini selaras dengan pengakuan WHO yang menyatakan adanya bukti dampak positif intervensi ini terhadap kesehatan masyarakat.
Studi laboratorium dan literatur juga membuktikan bahwa Wolbachia mampu mengganggu sistem reproduksi nyamuk, memperpendek usia hidupnya, serta menghambat replikasi virus dengue, meskipun efektivitasnya baru tercapai bila proporsi nyamuk ber-Wolbachia di alam mencapai ambang sekitar 60% agar populasi dapat berganti secara berkelanjutan.
Meski begitu, beberapa tantangan terkait aspek keamanan, seperti potensi transfer horizontal ke spesies non-target dan dampak jangka panjang terhadap ekosistem, yang sampai saat ini belum terbukti merugikan tetapi tetap memerlukan kajian secara menyeluruh. Di Indonesia, program ini masih dalam tahap uji coba di beberapa kota seperti Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang, Yogyakarta, dengan keberhasilan yang dapat membuka peluang ekspansi lebih luas. Selain itu, faktor sosial juga menjadi tantangan penting, karena persepsi masyarakat terhadap pelepasan organisme dengan mikroba baru menuntut adanya edukasi dan transparansi agar intervensi ini dapat diterima dengan baik.
Apakah Teknologi Wolbachia Layak untuk Surabaya?
Peluang:Â
- Kota besar seperti Surabaya bisa menjadi kandidat kota yang menerapkan teknologi baru dengan risiko DBD yang nyata. Hal ini bisa dilakukan setelah adanya evaluasi dari kota lain yang berhasil melakukan penerapan.
- Jika tingkat penetrasi wolbachia di populasi nyamuk tercapai ambang optimal, distribusi kasus DBD bisa berkurang signifikan dalam jangka menengah hingga panjang.
- Program ini bisa melengkapi strategi klasik (3M, fogging, edukasi) dan bukan menggantikan.
Namun, tetap perlu diperhatikan:
- Diperlukan observasi ketat untuk memastikan pelepasan nyamuk tidak membawa risiko terhadap ekologi atau kesehatan yang tak terduga.
- Memperhatikan karakteristik lingkungan perkotaan, kepadatan penduduk, banyak lokasi genangan yang tersembunyi, dan mobilitas yang mungkin menyulitkan distribusi wolbachiaa merata terutama di daerah Kota Surabaya.
- Anggaran dana, logistik, dan regulasi harus diperhitungkan dengan matang sebelum di adopsi penuh.
- Respon masyarakat terhadap penerapan teknologi ini harus dipastikan terlbih dahulu melalui seminar edukasi dan dialog publik.
Nyamuk Aedes aegypti memang tetap menjadi ancaman kesehatan serius terutama di Kota Surabaya karena berperan sebagai pembawa virus dengue. Meskipun kasus DBD di Surabaya meningkat pada 2024 menjadi 231 kasus, namun sampai saat ini belum ada laporan kematian. Upaya pengendalian mandiri melalui 3M, inspeksi rumah, dan partisipasi masyarakat tetap harus menjadi fondasi utama.