Mohon tunggu...
Zaki Nabiha
Zaki Nabiha Mohon Tunggu... Administrasi - Suka membaca

Karena suka membaca, kadang-kadang lupa menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Lockdown, Social Distancing, dan Bela Negara ala Kumbakarna

23 Maret 2020   08:54 Diperbarui: 23 Maret 2020   08:59 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. keraton-alengka

Nestapa mendera Wibisana. Menyaksikan Kumbakarna, kakak terkasihnya mati di atas tanah yang ia besar bersamanya, Alengka. Sebuah cara menjemput kematian yang mengenaskan. Kepalanya terputus, lepas dari pangkal leher oleh panah Guwawijaya yang dilepaskan Sri Rama. Pun kedua lengannya. Potongan tubuh raksasa itu menggelinding, menindih dan memporakporandakan pasukan  Wanera.

Kumbakarna adalah putra kedua Resi Wisrawa, ibunya Dewi Sukesi. Dialah adik Rahwana. Raja dan penguasa Alengka, negeri di mana ketamakan dan kejahatan merajalela. Virus prilaku lancung dengan berbagai macam varian merebak. Menjangkiti sudut negeri. Bagi Kumbakarna, ini adalah marabahaya.

Paras Kumbakarna tak seperti Sri Rama yang tampan dan mempesona. Terlahir dengan ukuran badan yang jauh lebih besar dari raksasa biasa, Kumbakarna adalah raksasa yang buruk rupa. Telinganya besar, itulah mengapa ia dinamakan Kumbakarna, kumba maknanya tempayan, sedangkan karna artinya telinga. Tapi, walaupun begitu, dibalik penampilan yang mengerikan, tersimpan hati yang penuh kebaikan. Itulah mengapa, Dewi Kiswani, bidadari cantik jatuh hati, bersedia mendampinginya sebagai istri.

Habitat Alengka membuat Kumbakarna jengah. Menggunakan timbangan moral, Kumbakarna memilih menepi. Bermukim di gunung Gohkarna. Menjalani tapa di dalam gua, mengolah jiwa, mengendalikan raga, mensucikan diri. 

Kumbakarna melakukan social distancing, menjaga jarak dari segala potensi pengaruh buruk sekaligus mengambil keputusan untuk lockdown, menutup diri dari hingar bingar dunia luar. Hal yang sama dilakukan oleh Ashabul Kahfi. 309 tahun lamanya mereka mengurung diri dalam gua Rajib, pinggiran Amman, Yordania untuk menyelamatkan iman.

Episode kepahlawanan Kumbakarna dimulai ketika ia memutuskan turun gunung. Masa depan Alengka dalam titik kritis. Begitu Rahwana, kakak sekaligus penguasa Alengka membujuknya. Tidak mudah bagi Kumbakarna mengambil keputusan, menolak atau berada dalam barisan. Pasalnya, ia adalah penghuni istana pertama yang menolak hasrat Rahwana untuk menculik Dewi Sinta, istri Sri Rama. Dan karena itulah, Kumbakarna angkat kaki.

Impian dan harapan Kumbakarna berada pada ujung tebing. Kumbakarna terlilit konflik batin dan pilihan sulit. Namun, bagaimanapun, Alengka bagi Kumbakarna adalah segalanya. Alengka harus tetap ada. Biarlah nanti generasi setelahnya yang akan memperbaiki tatanan peradaban Alengka. Seperti ap yang ia pernah obrolkan dengan Wibisana. Kurang lebih seperti itu mungkin Kumbakarna membatin, sembari membayangkan kematian yang ia yakini tak akan lama lagi menghampiri.

Hari ini, kita, bangsa Indonesia juga tengah dihadapkan pada piihan-pilihan sulit menghadapi Covid-19, virus ganas yang berasal dari Wuhan, China, yang secara tiba-tiba menjelma menjadi monster. Warga waspada, pemerintah terus berpaya agar tak ada lagi korban nyawa. Namun, muncul dilema, memutus rantai penyebaran virus corona, di sisi yang lain, ada ancaman terputusnya nadi ekonomi jutaan warga.

Namun, setidaknya beberapa langkah seperti, melakukan tes, mengisolasi yang terinfeksi, himbauan menjaga jarak (social distancing), mengkampanyekan gaya hidup sehat dan higienis sudah dilakukan. Tinggal keputusan lockdown, yang masih ditimbang-timbang.

Sampai Sabtu (22/3), Covid-19 telah merenggut 48 nyawa, 6 diantaranya adalah dokter yang diduga meninggal karena terinfeksi saat menangani suspect yang postif karena jumlah Alat Pelindung Diri (APD) yang minim. Ke-6 dokter itu adalah Hadio Ali, Djoko Judodjoko, Laurentius, Adi Mirsaputra, Ucok Martin, dan Toni D. Silitonga.

Sama halnya dengan Kumbakarna, tuntas dan paripurna sudah darma dan bakti ke-6 dokter itu untuk negara. Jika kisah kepahlawanan Kumbakarna direkam dalam Serat Tripama oleh KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881), bisa jadi kisah ke-6 dokter tersebut juga akan diabdikan menjadi teladan, warisan berharga bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun