Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Toyodai: Model Guru Kolaboratif Masa Kini

2 Mei 2017   11:05 Diperbarui: 2 Mei 2017   11:18 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini banyak diinspirasi oleh perkembangan otomototif di tanah air. Sebagai lelaki, tentu saja disamping sepak bola, saya menyukai otomotif. Walaupun tidak memilikinya, paling tidak saya baca artikelnya. Adil kan?

Anda tahu Toyota?. Merk mobil ini telah bertahun-tahun bertengger menjadi raja otomotif dunia. Salip menyalip jumlah produksi mobil seluruh dunia tidak lepas dari top 3 dunia; Toyota, General Motor (GM) dan Volk Wagen (VW). Dalam konteks Indonesia, saya setuju kepada bos Honda bahwa Indonesia adalah Republik Toyota. Apakah ini sindiran ada sanjungan, saya tidak tahu. Entahlah, itu bukan urusan saya. Urusan saya adalah, ada fenomena unik dalam lima belas tahun terakhir untuk urusan permobilan, yakni berkolaborasinya merk-merk global untuk menciptakan sebuah produk yang sama, kembar tapi memiliki tujuan segmen pasar yang berbeda.

Toyota paham bahwa karakter orang Indonesia senang bepergian dengan keluarga besarnya, mereka bersilaturahmi dan berwisata bersama, tapi urusan uang mereka tidak setebal orang eropa. Hal inilah yang menjadi cikal bakal projek Toyota membuat Low Multiple Purposes Vehicle (LMVP). Mobil penumpang kecil, murah dan tangguh. Toyota tahu bahwa dunia akan mengejeknya apabila dia bermain kendaraan di kelas murah dan mobil kecil, karena spesialis ini sudah dimiliki oleh Daihatsu. Sebenarnya saham Daihatsu telah lama dimiliki oleh Toyota sejak lama, dengan kesadaran ini, maka tahun 2015an, 100% sahamnya Daihatsu dimiliki Toyota. Jadi Toyota dan Daihatsu adalah bagai kura-kura dan penyu, serupa tapi tak sama. Dalam konteks membuat projek dan produk, setelah tahu masing-masing peran, mereka berdua berkolaborasi dengan hasil dahsyat dan menguntungkan. Bagaimana kolaborasi Avanza-Xenia menjadi mobil sejuta umat, bagaimana Rush-Terios menjadi LSUV terlaku sebelum datangnya BR-V, bagaimana Agya-Ayla menjadi mobil LCGC yang jadi trend setter, dan yang terakhir bagaimana Calya-Sigra menjadi tulang punggung baru dalam menggali rupiah di negeri ini. Mereka hebat. Dan, jangan salah strategi ini pun diikuti belakangan oleh beberapa raksasa otomotif dunia, lihat saja Nissan-Datsun yang berkolaborasi dengan massif, bahkan hari ini Nissan Datsun bersekongkol dengan Mitsubishi dan Renault untuk menjungkalkan dominasi Toyota. Strategi ini pun pelak dilakukan oleh pelaku baru; Wuling dengan GM, dengan LMVP Wuling Hong Guang di Indonesia, bisa jadi mobil china akan senasib dengan hape nya, perlahan tapi pasti akan meyakinkan bangsa Indonesia untuk dicinaisasi. Kata kuncinya adalah kolaborasi.

Toyodai adalah akronim baru berderivasi dari Toyota dan Daihatsu. Ini persis dengan Nisdatmirel (Nisan-Datsun-Mitsubishi dan Renault), atau lainnya. Silahkan Anda bikin istilah yang nyeleneh, biar orang tahu bahwa kita orang yang ga waras. Lho, lalu ada apa dengan guru Toyodai? Bagaimana relasi Guru dan Toyodai? Bagaimana mereka bisa saling menikah? Kok iso yah! Yuk, kita kupas. Bagi mereka yang alergi otomotif, ga usah baper. Ini bukan tentang mobil yang njelimet, tapi tentang sebuah analogi. Ini hanya tentang bagaimana mengasosiasikan seseuatu yang factual untuk konsep yang rumit.

Guru Toyodai adalah guru yang paham akan dua komponen pendidikan yang saling berinteraksi; guru dan murid. Guru memiliki kekhasan dan modal yang besar layaknya Toyota yang besar, terkenal dan hebat. Murid adalah Daihatsu. Mereka adalah sesuatu dengan segala potensi yang tertanam, kecil tapi membesar, senang berinovasi dengan modal yang relative minim, butuh orang tua yang membesarkan, focus dalam satu bidang dan belum memiliki ego kedewasaan. Kolaborasi Toyodai (baca: Guru-Murid) dengan berbagai kekhasannya, akan mampu melejitkan sebuah projek yang super. Mereka akan mampu mengerti satu sama lain dalam interaksi belajar-mengajar. Mereka akan paham fungsinya masing-masing sesuai kapasitasnya. Mereka akan saling jatuh cinta untuk melangkah maju mencapai tujuan bersama. Itulah kata kunci kolaborasi Toyodai, besar bersama dengan tujuan yang lebih besar; gold, glory, gospel.

Guru Toyodai memiliki teknik yang secara sistematis harus dilakukan. (1) need analysis. Sebagai Toyota, perlu kiranya untuk memahami karakter Daihatsu. Ia adalah individu yang senang dengan mobil kecil, mesin sederhana, dan relative mudah diperbaiki. Toyota memilki teknologi lengkap, dari A sampai M (maaf, tidak sampai Z). Transfer teknologi ini akan disesuaikan dengan kemampuan, keinginan dan talent Daihatsu. Untuk urusan yang lebih premium, Toyota bikin mobil sendiri yang tidak ada di Daihatsu, sebut saja Fortuner, Innova, Alphard, atau bikin merk sendiri yang lebih excellent; Lexus. Inilah makna dari need analysis. Seorang guru, mesti tahu murid sebelum transfer ilmu, apakah dia bergaya visual, auditory,kinestetik atau tactile. Apakah mereka berpotensi sebagai saintis, agamawan, humaniorian, teknokrat, birokrat atau lainnya. Apakah mereka berada dalam suasana bathin yang baik, buruk atau antara baik dan buruk.


(2) berbagi peran. Guru dan murid pada masa kini bukan lagi patron-klien. Mereka adalah sahabat dengan perbedaan usia, pengalaman, dan tentu saja kebijaksanaan. Guru sebagai motivator, prompter, designer, dan informer memiliki peran strategis, sestrategis Toyota membesarkan Daihatsu (saat ini Daihatsu jadi mobil terlaris kedua setelah Toyota). Tidak ada beban ke”aku” an bagi guru. Mereka mebuang jauh, Aku adalah guru yang harus dipatuhi. Aku segala tahu, Aku raja di kelas, Aku sumber dari segala sumber ilmu, Aku lebih tinggi derajatnya di kelas, Aku bisa memarahi, Aku..Aku..Aku lainnya. Guru sadar bahwa anak memiliki potensi yang mungkin tidak sama dengan gurunya. Tugas dia adalah sebagai petani yang merawat, memberi pupuk dan menumpas segala benalu yang mengganggu. Guru adalah teman yang paling sempurna untuk murid, dia bukan raja yang punya titah, dia bukan bos yang berkelingking tajam, dia juga bukan seorang dictator yang kejam atas kesalahan rakyatnya. Dia hanya memberi tahu arti cinta, dia hanya memberi cinta dalam pengetahuan, dia hanya menuntun dari gelap menuju terang, dari bengkok menuju lurus, dari kusut menuju rapih, dari anak menuju dewasa. Guru paham, suatu saat muridnya akan lebih besar potensinya dari dia Sendiri. Guru paham, bahwa sukses itu manakala membuat sukses orang lain.

(3) projek bersama. Toyodai bisa menaklukan Indonesia yang rumit ini hanya dengan satu kata; Inovasi. Inovasi adalah kata yang mewakili dari sebuah produk yang baru hasil dari pengembangan yang sudah ada. Guru Toyodai adalah guru yang mau berkolaborasi dengan muridnya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Toyota bisa saja egoisme membuat produk sendiri, toh dia sudah besar dan hebat. Tapi Toyota tahu, potensi Daihatsu dan Indonesia bisa saling mengisi. Dengan perbedaan, Toyodai – guru-murid - dapat menciptakan sesuatu yang baru. Mereka bukan hanya saling bertukar pikir, tetapi menciptakan. Project based learning menjadi bagian penting bagi inovasi dalam pembelajaran, istilah mereka adalah R and D. No learning without product. Product bisa menjadikan Guru Toyodai memahami kompetensi muridnya. Ia bisa berkonstribusi dalam mengoreksi beberapa kecacatan produksi melalui quality control yang dibuatnya, Mereka bisa menciptakan produk yang seperti berkompetisi di pasar (ruang kelas) tetapi memiliki tujuan sama; melesat menjadi nomor satu dan dua. Mereka menciptakan produk yang sama, dengan kualitas yang sama walaupun dengan nilai yang berbeda. Guru menguji kemampuan dirinya untuk membuktikan kepada murid bahwa dia adalah jaminan masa depan mereka, sedang murid menguji kemampuan untuk menggali potensinya dalam bingkai penghargaan dan kemulian yang diberikan gurunya. Simbiosis mutualisme bukan?.

Bagi guru yang move off, beribu alasan akan disampaikan untuk menolak logika guru Toyodai ini. Ya, bagaimana lagi. Guru adalah profesi yang tingkat komplesitas pekerjaan yang rumit beserta tingkat stress yang tinggi pula. Di samping harus menghidupi keluarga yang semakin hari semakin mencekik, Ia juga harus berinovasi dengan nilai penghargaan yang nihil. Mari kita buktikan, seberapa besar penghargaan pemerintah terhadap guru? Apakah tunjangan profesi cukup? Saya kira itu hanya mobil-mobilan bagi anak kecil. Seberapa penghargaan yang telah diberikan oleh orang tua siswa? Saya kira, kwitansi SPP telah menjual marwah guru untuk tidak lagi dipuji dan dihargai oleh orang tua. Nasib, oh nasib. Menjadi guru itu memang Nano-nano. {}

Malam yang disibukan dengan anak yang tidak tidur nyenyak. Resiko ayah siaga.
2/5/17

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun