Oleh : Dosen dan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Syamsul Yakin dan Zakia Aqilah Solihah
Dakwah politik para ulama klasik menjadi fondasi penting dalam pemikiran Islam tentang hubungan agama dan kekuasaan. Mereka tidak hanya fokus pada aspek spiritual, tetapi juga memberikan pandangan mendalam mengenai tata kelola negara dan kepemimpinan yang adil sesuai syariat Islam.
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya peran ulama dalam politik sebagai penasehat dan pengawas penguasa. Dalam karya terkenalnya Al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk, Al-Ghazali mengajarkan bahwa agama dan negara ibarat dua saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan. Ia berpendapat bahwa pemimpin harus berintegritas tinggi dan menegakkan keadilan serta syariah demi kemaslahatan umat. Al-Ghazali juga menganggap bahwa krisis politik berakar dari kerusakan moral para ulama, sehingga reformasi politik harus dimulai dari perbaikan ulama sendiri.
Al-Farabi dikenal sebagai filsuf politik yang menggambarkan negara ideal sebagai "Kota Virtuous" (Madnat al-Filah), di mana pemimpin adalah filsuf-raja yang menggabungkan kebijaksanaan dan keadilan. Al-Farabi menekankan bahwa tujuan negara adalah mencapai kebahagiaan bersama melalui penerapan nilai-nilai moral dan intelektual yang tinggi. Dalam pandangannya, kepemimpinan harus didasarkan pada pengetahuan dan kebajikan untuk mewujudkan tatanan sosial yang harmonis.
Ibnu Taimiyah memberikan perhatian besar pada pentingnya kepemimpinan yang sesuai syariat dan menolak kekuasaan yang menyimpang dari ajaran Islam. Ia menekankan kewajiban umat untuk taat kepada pemimpin yang menegakkan hukum Allah dan mengajak kepada kebaikan. Ibnu Taimiyah juga mengkritik praktik politik yang korup dan menekankan pentingnya amar ma'ruf nahi munkar sebagai mekanisme kontrol sosial dan politik.
Al-Mawardi adalah salah satu ulama yang paling berpengaruh dalam kajian politik Islam klasik. Dalam karyanya Al-Ahkam as-Sultaniyyah, ia merinci fungsi dan kewajiban pemimpin (khalifah) serta pentingnya pemerintahan yang adil dan berlandaskan syariah. Al-Mawardi menegaskan bahwa negara harus menjaga ketertiban dunia dan agama, serta pemimpin harus memiliki sifat-sifat seperti keadilan, kecerdasan, dan kepedulian terhadap rakyat.
Secara keseluruhan, keempat ulama ini menegaskan bahwa dakwah politik adalah bagian integral dari tugas ulama untuk menjaga keseimbangan antara agama dan negara. Mereka menolak pemisahan antara kekuasaan politik dan nilai-nilai agama, serta menekankan bahwa kepemimpinan yang baik harus berlandaskan moral, keadilan, dan syariah demi kemaslahatan umat dan ketertiban sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI