Mohon tunggu...
zainus sodiqin
zainus sodiqin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo! saya Zainus Sodiqin, saya seorang mahasiswa jurusan Hukum Keluarga Islam dari Fakultas Syariah dan Hukum Uin Sunan Ampel Suarabaya.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Implementasi PMA No. 30 Tahun 2024 di KUA Semampir Surabaya: Tantangan Sosialisasi dan Kesiapan Teknologi dalam Pencatatan Nikah

8 Juni 2025   02:15 Diperbarui: 11 Juni 2025   13:29 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wawancara Narasumber : M.Nurhidayat Ihsan S.Ag.,M.SI (Kepala KUA  Semampir )

Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Semampir, Surabaya, telah melakukan berbagai penyesuaian dalam pelayanannya. Peraturan ini resmi berlaku secara nasional sejak 1 Januari 2024, membawa sejumlah perubahan signifikan dalam administrasi pencatatan nikah.

Implementasi dan Tantangan Awal, bapak M. Nurhidayat Ihsan, S.Ag., M.Si., selaku Kepala KUA Semampir, menyatakan bahwa implementasi PMA ini telah dimulai sejak awal tahun 2024. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi adalah adaptasi masyarakat terhadap aturan baru, terutama mereka yang masih memegang teguh adat dan budaya dalam prosesi pernikahan.

Strategi Sosialisasi yang Diterapkan, untuk mengatasi tantangan tersebut, KUA Semampir menerapkan pendekatan sosialisasi yang humanis dan bertahap. Petugas KUA menjelaskan aturan baru kepada masyarakat dengan cara membacakan langsung peraturan melalui berkas, guna memudahkan pemahaman bagi mereka yang mungkin gagap teknologi. 

"Cara kami menjelaskan ke masyarakat ya dengan cara kami suruh membacakan peraturannya langsung melalui berkas untuk memudahkan orang yang mungkin gagap teknologi. Dengan seperti itu akan lebih mudah dipahami, dan tentu dengan bahasa yang halus. Jadi ada penjelasan secara tertulis dan ada penjelasan secara verbal," jelas Bapak Nurhidayat. Selain itu, sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial dan komunikasi langsung. Informasi disebarkan melalui grup WhatsApp RT, RW, atau melalui pak modin, mengingat sulitnya mengumpulkan masyarakat dalam satu pertemuan besar.

Respon Masyarakat dan Dampak yang Dirasakan, meskipun awalnya terdapat resistensi, mayoritas masyarakat mulai menunjukkan kepatuhan terhadap perubahan layanan pencatatan yang berlaku. Namun, masih ditemukan adanya kritik, saran, bahkan penolakan terhadap beberapa ketentuan baru dalam PMA tersebut. "Masyarakat yang belum terbiasa dengan aturan baru, tapi seiring berjalannya waktu mereka akan terbiasa dan memahami," tambah beliau. 

Perubahan yang paling dirasakan adalah peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pencatatan pernikahan secara resmi. Namun, beberapa masyarakat masih kesulitan dalam memahami prosedur baru, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan administrasi yang lebih kompleks.

Hambatan dalam Implementasi dari Segi Aturan, tidak disebutkan secara langsung adanya kekurangan dalam peraturan hukum. Namun, tantangan terbesar berasal dari belum terbiasanya masyarakat terhadap aturan baru dan kurangnya sosialisasi yang optimal. "Hambatannya ada pada masyarakat yang belum terbiasa dengan aturan baru, tapi seiring berjalannya waktu mereka akan terbiasa dan memahami. Hanya saja kurang sosialisasi," ungkap Bapak Nurhidayat. 

Evaluasi dan Masukan untuk Penyempurnaan PMA No. 30 Tahun 2024, perubahan yang dilakukan melalui PMA No. 30 Tahun 2024 dianggap tepat dalam meningkatkan tertib administrasi pernikahan. Namun, diperlukan penyempurnaan lebih lanjut, terutama dalam hal teknis seperti batasan perubahan nama, mekanisme pembatalan dan pencegahan nikah, serta klausul mengenai perjanjian perkawinan. "Kami harap peraturan ini lebih rinci lagi. Misalnya perbedaan ejaan nama itu sampai seberapa batasnya harus ke pengadilan. Kemudian pencegahan nikah dan pembatalan belum diatur dalam PMA, hanya ada di UU No 1 Tahun 1974 dan PP No 9 Tahun 1975. Harusnya ada sinkronisasi," tutup beliau.

Dalam pelaksanaan di lapangan, hambatan utama yang kami temukan berasal dari keterbatasan sarana teknologi dan kesiapan SDM di tingkat pelaksana, terutama di KUA kecamatan Semampir Surabaya. Meskipun secara aturan PMA No. 30 Tahun 2024 sudah diberlakukan, namun kesiapan internal di beberapa KUA belum merata. Misalnya, belum semua petugas familiar dengan penggunaan sistem digital untuk pencatatan nikah, padahal digitalisasi menjadi salah satu arah kebijakan utama.

Di sisi lain, sarana penunjang seperti jaringan internet yang stabil dan perangkat komputer yang memadai belum tersedia secara optimal di semua KUA, khususnya di daerah yang infrastrukturnya terbatas. Hal ini menjadi kendala tersendiri saat pelayanan dituntut untuk lebih cepat, transparan, dan berbasis teknologi. Kesiapan teknis ini semestinya menjadi perhatian utama, karena regulasi yang baik pun akan sulit diimplementasikan tanpa dukungan sarana yang memadai.

Secara umum, semangat dari para pelaksana dalam hal ini petugas KUA cukup positif dan terbuka terhadap perubahan. Namun, kesiapan yang dimaksud belum bisa dikatakan ideal. Mereka memang sudah berupaya menyesuaikan diri, tetapi dalam praktiknya masih banyak bergantung pada pembiasaan dan inisiatif pribadi karena belum ada pelatihan intensif pasca-terbitnya PMA ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun