Mohon tunggu...
Zainur Rahman
Zainur Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Surabaya

"1 Peluru hanya bisa membunuh 1 orang, namun 1 tulisan bisa mempengaruhi jutaan orang" Mahasiswa - Hukum Keluarga - UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Orangtua Menjadi Penghambat Kesuksesan Anak

29 Juni 2022   12:01 Diperbarui: 29 Juni 2022   12:56 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Surface on Unsplash   

hai sobat pembaca, semoga harimu menyenangkan dan dipenuhi kabar baik ya sobat..

Menjadi sukses tentu menjadi impian bagi semua orang , siapa yang tidak ingin melihat anaknya sukses, itu adalah impian hampir semua orang tua di dunia ini. Dengan hadirnya kita ke dunia ini adalah sebuah harapan besar bagi setiap orang tua agar kita tumbuh menjadi orang sukses, yang mampu mengangkat harkat dan derajat keluarga kita. 

Namun ukuran dan makna sukses setiap orang tua berbeda-beda. Ada yang mengukur kesuksesan itu dengan banyaknya uang, akademik yang bagus, dan memiliki pekerjaan yang mapan. 

Sedangkan seiring dengan bertambah usia anak, semakin dewasa dia akan menemukan makna sukses versi dirinya sendiri. yang menjadi dilema bagi anak adalah, terkadang orang tua menginginkan anaknya untuk mengikuti makna kesuksesan versi dirinya sendiri. Misalnya orangtua yang profesinya sebagai dokter suatu saat nanti ingin anaknya juga menjadi dokter, atau seorang PNS ingin suatu saat nanti anaknya juga lolos menjadi PNS. Hal-hal seperti itu sebenarnya tidak salah, namun kurang tepat jika harus mengikuti kesuksesan versi orang tua. 

Sehingga terkesan pendidikan di Indonesia tidak memberikan ruang bebas untuk bereksplorasi setelahnya. seharusnya, semakin tinggi pendidikan memberikan kebebasan untuk kita mau jadi apa dan bagaimana kedepannya. sehingga kemampuan kita yang luar biasa ini akan terus bereksplorasi. 

Tidak hanya dibatasi dengan adanya nilai pelajaran atau jurusan semata. suatu ketika saya bertemu dengan teman saya yang tidak sekolah, namun dia rajin membaca buku setiap harinya, lalu saya bertanya kenapa tidak melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi? Dia dengan santai menjawab, "Tidak sekolah, bukan berarti tidak belajar. belajar disini tolak ukurnya bukan hanya ruangan saja, tolak ukur belajar menurut saya adalah membaca".

Seketika saya terdiam dan merenung, lantas bagaimana dengan teman-teman saya yang kuliah namun jarang membaca buku? sehingga hanya mengandalkan ijazah yang dia punya untuk melamar kerja. Lantas apakah pendidikan di Negeri ini hanya menjadi formalitas untuk kita bisa diterima di tempat kerja yang kita inginkan? meskipun kapasitas dan kemampuan kita minim akan ilmu pengetahuan?

Makna yang saya tangkap adalah ketika kita ingin survive di luar, maka perbanyak membaca sehingga kita tidak terlihat miskin ilmu. sehingga ketika diajak berdiskusi topik diluar jurusan kita setidaknya kita masih paham. dan ketika wawasan kita luas, akan banyak orang yang melirik kita, sehingga kita tidak hanya terbatas dan mengandalkan ijazah saja. dan tawaran kerja akan datang dari mana saja. 

Hal-hal inilah yang kemudian orang tua kurang pahami, mereka masih mengikuti didikan dari orang tua sebelumnya. bisa jadi orang tua kita sekarang seperti itu, dulunya juga mendapat didikan atau doktrin seperti itu dari orangtuanya.

Maka dari itu, kita yang hidup di zaman yang serba mudah ini harus merubah pola itu ketika suatu saat nanti menjadi orangtua, dukung segala bentuk bakat dan minat anak, tidak harus anak kita menjadi seperti kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun