Harga bensin di pompa bensin Pertamina pada saat itu hanya Rp. 700 per liter.
"Tunggu dulu!" cegat saya sebelum ia pengisi tangki motor.
"Kenapaki?" tanyanya heran.
"Bensin itu harus dicampur. Motor saya tak bisa hidup kalau bensinnya tak dicampur dengan minyak tanah," ungkap saya.
"Oh, ini sudah dicampur. Setengah bensin, setengah minyak tanah," jawabnya cepat. Minyak tanah waktu itu harganya Rp. 280 per liter.
Spontan saya menepuk jidat sendiri. Soal bensin dicampur minyak tanah yang saya bilang tadi itu bohong belaka. Saya hanya ingin mengetes gimana kualitas bensin botol yang dijual bapak itu di pinggir jalan.
Andi Nilam mengernyitkan alis. Sayap camar nampak terlukis di sana.
Saya ingin membatalkan beli bensin botol itu. Tapi karena keadaan sangat mendesak, dengan sangat terpaksa jadi juga isi botol itu pindah ke tangki motor yang saya pakai.
Terlalu banyak untungnya ini bapak di depan saya, batin saya. Dan itu bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar. Mesin motor bisa ngadat di jalan dengan kerusakan mesin motor yang mungkin lebih parah.
Akhirnya, Andi Nilam duduk manis kembali di atas boncengan sepeda motor yang saya kemudikan. Walaupun di benak saya dipenuhi rasa was-was, sepeda motor yang kami gunakan akan mogok lagi lantaran tangkinya setengah bensin setengah minyak tanah.
Bersyukurlah, kami tiba di Panca Lautang dengan selamat sesaat sebelum masuk waktu magrib.
ZT -Batulicin, 29 September 2019