Mohon tunggu...
Nursai NolTiga
Nursai NolTiga Mohon Tunggu... -

Salam Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Celoteh dari Belakang Kapal Bakti Sumekar

4 Januari 2018   14:24 Diperbarui: 4 Januari 2018   14:46 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Angin bertiup sepoi-sepoi dari arah timur, diantara sinar senja sore, mendesau sang saka merah putih lalu berbisik pada tiang tiang kapal dan perahu yang terjejer rapi sepanjang pinggir pinggir pantai di pelabuhan kalianget sumenep (Pulau Madura) waktu itu.sebuah pelabuhan yang bisa menghantarku pulang melepas rindu yang katanya harus di bayar tuntas. 

Biasanya, aku pulang ke tanah kelahiran (pulau kangean) setahun dua kali. Maklumlah sekarang aku juga adalah pelajar di perguruan tinggi swasta di kota malang. Alhamdulillah sudah semester lima. Ini adalah sebuah perjalanan pulangku yang kesekian kalinya, melewati pelabuhan ini. Pelabuhan kalianget namanya. Sebelum naik ke kapal kami para penumpang membeli tiket diloket, harganya sekitar delapan puluh ribu rupiah seperti biasanya.

Sambil menunggu keberangkatan kapal dipelabuhan ini kita bisa membeli makan dulu untuk persiapan, maklum perjalanan masih jauh. Dan tidak terasa waktu memang seperti beliung menyedot semuanya yang bisa ia sedot. Kapal bakti sumekar itu segera berangkat. Dua menit sudah Kapal besar bakti sumekar itu meninggalkan pelabuhan kalianget, meluncur dengan tenang di atas permukaan air laut menghantam ombak demi ombak yang ganas..Selat menuju ke pulau kangean memang selalu bersahabat, meski terkadang kapal yang ku naiki tak berani melewati gelombang besar musiman itu.

Dua sosok berdiri diatas buritan kapal. Berjejer. Kedua tangan saling bertaut dengan mata memandang laut lepas. Sosok prianya tinggi besar, mengenakan jaket tebal dan celananya sedikit robek di bagian lututnya, mungkin celana satu satunya. Sedang sang perempuan, bertubuh mungil, memakai  sweater  berwarna merah marun, dan celananya juga sedikit robek di bagian lutut, sama seperti kekasihnya itu. Mungkin memang benar ia adalah pasangan yang senasip. Hayalku menembus bumi tentang dua sosok yang berdiri di buritan kapal bakti sumekar itu.

Mereka tidak saling bicara. Hanya sesekali jemari keduanya bergerak pelan. Saling meremas. Seperti takut kehilangan, dengan kedua matanya yang menatap pinggir kapal yang dihantam ombak demi ombak. Sementara barang bawaanya dan tas mereka sedikit basah terkena air laut yang berhasil masuk bersama percikan ombak sejak tadi. Sementara langit mulai berubah warna. Dari merah ke emasan menjadi hitam berarak kearah barat. 

Sekawanan burung walet terbang melayang seolah hendak berselancar di atas  permukaan air laut yang bening, sayap sayapnya berwarna kemerah emasan, sebab terkena silau senja sore itu. Salah satu kawanan burung walet itu ada yang terbang terlampau rendah hingga kakinya benar-benar menyentuh air, dan terpeleset jatuh, disekitar pulau pulau kecil yang berjejer di tengah laut lepas Madura. Sementara kapal terus melaju membelah ombak dengan kecepatannya. Tiga puluh kilo meter per jam.

''Burung itu miris seperti hidupku Mas jun.! Tidak pernah jelas nasibnya. Mungkin ia sudah tenggelam di dasar laut dan menjadi santapan ikan-ikan,'' sang perempuan akhirnya bersuara dengan sedikit mengeluh menceritakan nasibnya. Sang pria hanya menghela napas."Apakah engkau yakin akan bisa melupakanku, Mas jun ''lanjut si perempuan, melepas genggamannya perlahan dari tangan si pria. Ia berkata tanpa menoleh sambil memandang burung burung balet yang sedang bermesra terbang besama pasangannya.''Jangan pernah menanyakan sesuatu yang tidak mungkin sanggup untukku menjawabnya, na" si pria menelan ludah. 

Si perempuan tertawa tawa lirih yang pahit.''Mas jun, tidak mungkin jurang itu bisa kita lalui, ''si perempuan mendesah panjang seraya menggeser tubuhnya sedikit dengan tangan erat memegang bahu kekasihnya itu. Ia merasa ada beban yang berat seperti menghimpit di dasar hatinya yang terdalam.''Jangan sekali kali kau membuatku menjadi seorang pria paling bodoh di dunia ini, na." karena aku sudah gila karenamu

Perempuan yang dipanggil ''NA'' kekasihnya itu tertawa lagi, serak seperti suara burung gagak yang entah dari mana datangnya, yang tiba-tiba saja melintas di atas kepala mereka. Kapal masih melaju ditengah laut. Para penumpang mulai sepi , ada yang tertidur pulas, ada yang tak sanggup menahan pusing kepala, ada yang terkapar dan muntah muntah. 

Aku sendiri sedikit teler dengan merebahkan badan diteras teras kapal yang dipenuhi penumpang. Kisah dua sosok tadi mungkin akan menjadi cerita untuk ibuku nanti sesampainya di rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun