Ku tatap wajah wanita itu. Wanita berusia lima puluhan tahun. Dia adik dari almarhumah ibuku. Adik ragil.
Wajah itu terlihat lelah. Pasrah dengan yang dihadapinya sekarang.Â
Doa dan sentuhan sayang ku lihat dari bulik untuk sosok laki-laki itu. Pak lik.Â
Suami dari bulikku sudah satu tahun lebih sakit-sakitan. Berobat dari rumah sakit ke rumah sakit. Dari satu dokter ke dokter lainnya.
Butiran-butiran obat menjadi santapan pak lik. Jantung, paru-paru dan juga sakit gula. Dan juga saraf kejepit. Aku yakin pak lik sudah bosan dengan semua rutinitas itu.
Dan aku yakin pak lik sangat merindukan kegiatannya dahulu. Bertani. Menanam padi. Mencangkul.
Itu dilakukan sejak pak lik masih menjadi guru. Hingga pensiunnya pun, pak lik masih semangat empat lima dengan pergi ke sawah.
***
"Doakan pak lik ya, Bin..", kata bulik.
Ku anggukkan kepalaku. Sebenarnya aku tak tahan dengan air mataku. Aku yakin bulik melihat mataku terlihat berkaca-kaca mendengar perkataan bulik.
Aku ingat sekilas, dulu saat  aku masih kecil, aku memang lebih banyak diasuh oleh pak lik dan bulik. Tentu saja bersama saudara kembarku. Dari cerita-cerita ibu dan bulik, aku tahu tentang itu.Â