Aku terlahir dengan keterbatasan. Tunanetra. Dan aku seperti tak diharapkan oleh orangtuaku dan keluargaku.
Kakak-kakakku disekolahkan. Sementara aku tidak. Aku hanya di rumah. Tidak bisa kemana-mana.
Hatiku berontak karena ketidakadilan yang ku dapatkan. Dan itu ku dapatkan dari orangtuaku dan keluargaku sendiri.
***
Ketika usiaku 10 tahun, ada beberapa orang datang ke rumahku. Menemui orangtuaku. Aku curi-curi dengar omongan mereka.
Orang-orang itu mengenalkan diri sebagai guru. Guru SLB dari salah satu kecamatan di Gunungkidul.
"Putrinya kajenge sekolah pak, bu..", kata guru perempuan. Entah siapa namanya.
"Waduh, bu. Anak kula niku wuto. Saget napa..", kata mamakku.
Rasanya mangkel aku dengar jawaban bapakku. Kenapa bapak tidak bertanya lebih dulu kepadaku. Aku kan juga ingin sekolah. Mau di sekolah umum seperti kakakku atau di SLB, sekolahan bapak ibu guru yang datang ke rumahku.
***
Bukan sekali dua kali guru-guru itu datang ke rumahku. Pada kedatangan kali ini, guru-guru itu ingin bertemu denganku. Akhirnya bapak dan mamakku memanggilku. Aku agak senang karena akan bertemu dengan guru-guru itu.