Karena tidak ada titik temu, akhirnya saya nekat telepon orang LPMP Yogyakarta. Beliau adalah orang yang mengurusi pengajuan NUPTK. Oleh beliau, saya disuruh SMS saja, agar jelas. Waktu itu belum ada WA dan sebagainya. Jadi, akhirnya saya SMS.Â
Sudah. Lama saya tidak mengecek lagi karena hampir putus asa. Sampai akhirnya, ada pendataan dan harus mencantumkan NUPTK juga. Agak kelimpungan juga saat itu.Â
Akhirnya dengan segala kegalauan, suami kembaran saya menyarankan agar ngecek lewat mbah google. Dan alhamdulillah, setelah double counting lama dan saya usaha nemui Kasubbag Kepegawaian hingga telepon LPMP, akhirnya saya memiliki nomor unik yang saat itu harus dimiliki setiap guru dan tenaga kependidikan. Nomornya ternyata juga unik, hanya beda 2 digit belakang dengan kembaran saya.
Sudah sampai itukah? Tentu saja tidak. Masih banyak cerita lainnya. Tidak mungkin saya tuliskan semuanya di sini.
Saya mulai belajar menulis di Kompasiana ini. Saya belajar dari saudara kembar saya. Termotivasi lah istilah kerennya. Beberapa bulan kemarin masih mikir-mikir. Sampai akhirnya, pada akhir bulan kemarin saya mendaftar. Ya, pasti dengan nama asli saya. Dan nama saya pastilah hampir sama dengan kembaran saya. Untuk membedakan memang hanya nama belakangnya saja.
Nah, semoga dengan saya bergabung di sini, tidak ada yang bingung. Kok ada dua Zahrotul. Kami benar-benar dua orang, yang kebetulan saya termotivasi mengikuti langkahnya untuk menulis di sini.Â
Tentu saja tulisan saudara kembar saya sudah jauh lebih bagus daripada saya. Dan tulisan kami dari segi tema atau apapun pasti berbeda. Centangnya saja berbeda. Hehe.
Teman-teman Kompasiana pasti sudah hafal dengan tata bahasa kembaran saya. Pasti berbeda, karena kami memang berbeda.Â