Mohon tunggu...
Nisa Zahrofa
Nisa Zahrofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember

Saya memiliki ketertarikan pada kepenulisan kreatif, media massa, dan kegiatan outdoor secara umum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Luar Negeri Indonesia di Bidang Keamanan Energi pada Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

9 Oktober 2022   23:27 Diperbarui: 10 Oktober 2022   01:30 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/62b2c74d8c099/progres-proyek-lng-tangguh-train-3-sudah-90-rampung-maret-2023 

Isu keamanan internasional pada saat ini tidak hanya terbatas pada keamanan tradisional yang menjadikan kedaulatan sebagai pusat dari keamanan, namun keamanan non-tradisional juga membutuhkan perhatian khusus negara. Keamanan energi menjadi bagian dari permasalahan keamanan internasional yang krusial setelah perang dingin berakhir. Keamanan energi menjadi sangat kompleks dalam upaya meraihnya karena mencakup pengamanan ranah potensial bagi negara, keamanan ideologi, keamanan penduduk, dan keamanan perbatasan wilayah dengan negara lain. Isu keamanan energi juga tidak dapat dipisahkan dari konsepsi geopolitik. Hal ini karena isu keamanan energi ditinjau pada posisi geografis sebuah negara. Keamanan energi juga tentang hubungan ketergantungan antar-negara jika diamati dari perspektif ekonomi politik internasional. Bentuk ketergantungan tersebut dalam keamanan energi adalah kegiatan ekspor-impor, pencarian dan penelitian sumber energi baru, mengamankan pasokan energi yang telah tersedia. Maka dari itu, keamanan energi menjadi salah satu dari permasalahan berpengaruh dalam perumusan kebijakan luar negeri Indonesia.

Sektor keamanan energi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cenderung lebih fokus kepada pengelolaan energi di dalam negeri dengan menganut paham domestic-oriented atau inward-looking. Paham ini memandang bahwa energi merupakan isu strategis namun tidak terlalu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan luar negeri.  Hal ini dikarenakan dengan energi belum bisa menjadi bahan yang dapat mempengaruhi posisi Indonesia di dunia internasional sehingga berdampak pada tidak efektifnya diplomasi Indonesia di lingkup regional maupun internasional. Hal tersebut mengakibatkan terciptanya missing link dalam kebijakan sektor energi Indonesia, belum terwujudnya perspektif internasional yang outward-looking, baik dalam kebijakannya maupun faktanya.

Indonesia telah sepenuhnya menjadi importir minyak bumi sejak 2004. Hal ini dilatarbelakangi oleh menurunnya produksi minyak yang jauh dari produksi puncaknya, krisis pasokan batu bara ke pembangkit listrik, serta perubahan cuaca juga memberi pengaruh. Maka dalam mengelola hajat masyarakat di sektor energi yang memiliki permintaan banyak namun penawaran yang tidak mencukupi, pemerintah menggunakan tiga dasar hukum sebagai landasan dalam pengelolaan energi nasional, yakni landasan konstitusi, kebijakan nasional, dan operasional dalam lingkup domestik. Pertama, landasan konstitusional adalah UUD RI 1945 pasal 33 ayat 2, kemudian landasan kebijakan nasionalnya adalah UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, serta landasan operasionalnya adalah UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan sejumlah Peraturan Pemerintah, UU, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan sebagainya. Selain upaya domestik, pemerintah Indonesia juga melancarkan upaya internasional dengan  bekerja sama dengan berbagai negara seperti Tiongkok, Jepang, Belanda, dan Korea dalam bentuk Indonesia China Energy Forum (ICEF), Indonesia -- Japan Energy Roundtable (IJERT), Indonesia -- the Netherlands Joint Energy Working Group, serta Indonesia -- Korea Energy Forum (IKEF).

Namun, sejumlah hambatan dalam politik luar negeri Indonesia yang menjadikan kebijakan sektor energi tidak optimal, yakni Indonesia belum mempunyai peta politik luar negeri yang jelas terkait isu keamanan non-tradisional, khususnya keamanan energi. Indonesia telah memiliki strategi dan kebijakan nasional yang dijadikan pedoman oleh para diplomat dan pelaksana pemerintahan politik luar negeri, sebagaimana ditulis di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014 serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005- 2025). Namun, strategi dan kebijakan yang bersifat normatif tersebut belum mempunyai turunan sebagaimana suatu road map sehingga tujuan diplomasi di sektor energi di forum-forum internasional belum tercapai. Road map atau yang selanjutnya akan disebut sebagai peta jalan akan memberikan arah dan legitimitasi bagi diplomat Indonesia dalam menjalankan kebijakan politik luar negeri di kancah internasional. Kekosongan peta jalan yang diatur dan direncanakan dengan baik diperparah dengan kurangnya kapasitas sumber daya manusia dan sumber daya anggaran akan mengakibatkan kemampuan dalam mengatasi isu keamanan energi menjadi kurang optimal.

Hambatan selanjutnya adalah persoalan kelembagaan. Kelembagaan di Indonesia memiliki koordinasi dan sinergi yang kurang dalam menangani isu-isu keamanan nontradisional. Seperti yang dipahami bersama, Kementerian Luar Negeri RI merupakan salah satu rantai koordinasi dalam penanganan isu keamanan energi yang sebenarnya melibatkan lebih banyak lagi aktor, baik negara, organisasi non pemerintah, maupun swasta. Meskipun setiap institusi saling menopang satu sama lain, namun integrasi di antaranya belum menampakkan hasil yang efektif. Hal ini sebagai implikasi lanjutan dari kekosongan road map yang visioner dan implementatif akan isu keamanan energi, diperparah dengan setiap institusi memiliki tujuan dan program yang tidak sama sehingga praktik pengelolaan kebijakan akan cenderung otonom dan tumpang tindih. Hasil dari penerapan normatif di atas menunjukkan bahwa pengaturan terhadap hal tersebut masih parsial, kurang koordinasi dan belum integratif.

Sebuah kasus penjualan gas alam murah ke Tiongkok dapat dijadikan studi kasus mengenai Politik Luar Negeri Indonesia di sektor energi. Indonesia telah kalah diplomasi terkait dengan Liquified Natural Gass (LNG) atau gas alam cair. Hal ini menangguhkan negosiasi ulang atas harga penjualan LNG. Padahal jika mengacu pada MOU perdagangan LNG Tangguh yang disepakati Indonesia-Cina, setiap 4 tahun akan diadakan negosiasi ulang harga. Selanjutnya, ditandatanganinya kesepakatan ekspor LNG ke Fujian (Tiongkok) pada tahun 2009 sehingga negosiasi ulang harga LNG akan jatuh tempo pada tahun 2012. Maka pada tahun 2012 Indonesia berhak mengajukan negosiasi ulang terkait kenaikan harga, namun Tiongkok meminta Indonesia menangguhkan proposal kenaikan harga dan Indonesia menerimanya. Indonesia-Tiongkok mengagendakan negosiasi ulang harga LNG akan dilaksanakan pada tahun 2013. Pemerintahan SBY menunda negosiasi selama setahun yang menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia sepakat dengan harga lama yang akan menunda kenaikan harga sehingga akan menghilangkan peluang Indonesia akan meraih keuntungan lebih banyak jika negosiasi kenaikan harga telah berhasil. Studi kasus ini menjadi contoh bahwa Politik Luar Negeri Indonesia pada masa pemerintahan Presiden SBY memiliki kekurangtegasan dalam normatif dan pelaksanaannya sehingga mengurangi keefektifan dan keoptimalan tujuan yang akan diraih oleh Indonesia yang pada akhirnya akan merugikan khalayak Indonesia.  

* Tulisan ini diunggah sebagai tugas pengganti ujian tengah semester Mata Kuliah Politik Luar Negeri Indonesia Kelas HI-G

Referensi:

Farid, Muchammad. (2017). Keamanan Energi dalam Politik Luar Negeri Indonesia. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Conference. https://pascasarjana.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/93-Muchammad_Farid.pdf

Alami, Athiqah Nur. (2015). Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Keamanan Non-Tradisional. Jurnal Penelitian Politik, 12 (2). 87-103. D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun