Di kehidupan sehari-hari, listrik sudah menjadi kebutuhan utama yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas manusia. Hampir semua aktivitas manusia, baik di rumah, di tempat kerja, maupun di dunia industri, sangat bergantung pada pasokan listrik. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, berbagai teknologi konversi energi dikembangkan, salah satunya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kedua jenis pembangkit ini sama-sama berperan penting dalam menyediakan listrik, meski masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, baik dari segi efisiensi maupun dampak terhadap lingkungan.
Secara Ideal, PLTA dianggap sebagai pembangkit ramah lingkungan yang menggunakan energi terbarukan dan tidak menimbulkan emisi gas rumah kaca, sehingga mendukung upaya pengurangan polusi. Contoh penerapannya bisa kita lihat pada PLTA Cirata dan Saguling di Jawa Barat, yang selama ini mampu menyediakan listrik bagi jutaan rumah tangga. Namun, kenyataannya pembangunan PLTA berskala besar dapat menimbulkan masalah baru, seperti perubahan ekosistem sungai, hilangnya habitat alami, serta relokasi masyarakat yang tinggal di sekitar proyek.
Sedangkan, PLTU terkenal handal dalam memasok listrik dalam jumlah besar dengan biaya produksi yang relatif murah. Hal ini menjadikan PLTU sebagai tulang punggung penyedia energi di berbagai daerah. Tetapi kenyataannya, PLTU justru menjadi salah satu penyebab utama polusi udara dan perubahan iklim di Indonesia. Selain itu, PLTU bekerja dengan cara berbeda, pembangkit ini menggunakan bahan bakar fosil, terutama batu bara, untuk memanaskan air hingga menjadi uap bertekanan tinggi. Batu bara merupakan sumber energi tidak terbarukan, sehingga penggunaannya tidak bisa dijadikan solusi jangka panjang.
Kesimpulannya, baik PLTA maupun PLTU sama-sama memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia. Secara ideal, tentu kita berharap bisa sepenuhnya mengandalkan pembangkit ramah lingkungan seperti PLTA dan energi terbarukan lainnya. Namun, dalam kenyataannya, ketergantungan pada PLTU masih sulit dihindari karena faktor biaya dan ketersediaan. Meski begitu, dengan dukungan teknologi yang terus berkembang serta kebijakan yang tepat, Indonesia tetap punya peluang besar untuk beralih menuju sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI