John Langshaw Austin atau biasa dipanggil Austin lahir pada tanggal 26 Maret tahun 1911 di Lancaster, Inggris dan meninggal dunia pada tanggal 8 Februari tahun 1960 di Oxford, Inggris pada umur yang cukup relatif muda yaitu 48 tahun. Austin meninggal karena menderita penyakit pneumonia yang beliau idap sejak akhir tahun 1836. Pada mula nya Ia terserang flu parah saat berada di Columbia (sekarang West Columbia), Texas, dan kondisi Austin terus memburuk hingga dokter tidak dapat menolongnya. Austin merupakan anak kedua dari Geoffrey Langshaw Austin yang merupakan seorang arsitek dan Mary Hutton Bowes-Wilson. Jenjang pendidikan yang ditempuh Austin mulai dari Sekolah Shrewsbury, Austin mendapatkan beasiswa di bidang klasik. Kemudian, Austin melanjutkan pendidikan nya Balliol College, Oxford di tahun 1929 dengan berfokus pada studi klasik.
Setelah menyelasaikan semua studi nya, John Langshaw Austin pun menjadi pengajar di Oxford University. Di Oxford University ini dia melahirkan karya yang berpengaruh dalam filsafat bahasa yaitu buku How to Do Things with Words, buku ini lahir didasarkan atas penyampaian kuliah nya di Oxford University dan Harvard University, versi kuliah Austin ini lah yang diterbitkan menjadi buku. Gagasan utama yang juga berpengaruh dari Austin adalah Speech Act Theory (Teori Tindak Tutur), menurut Austin ucapan tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga bisa untuk melakukan tindakan. Austin juga mengkritik pandangan tradisional terkait bahasa, Austin mengkritik pandangan bahwa bahasa hanya menyatakan fakta. Austin menjelaskan bahwa banyak ucapan tidak hanya untuk menyatakan fakta, tetapi juga bisa untuk melakukan tindakan. Dengan kritik Austin ini kita dapat memperluas makna bahasa, yang awal nya hanya sebagai alat untuk menyampaikan informasi, setelah itu bahasa bisa juga sebagai alat tindakan sosial.
John Langshaw Austin pun mengenalkan tiga jenis tindak tutur. Tindak tutur pertama adalah Locutionary Act (tindakan mengucapkan kata atau kalimat secara literal). Kemudian tindak tutur yang kedua adalah Illocutionary Act (maksud dari ucapan tersebut atau tindakan yang dilakukan dari ucapan itu sendiri). Yang terakhir atau ketiga adalah Perlocutionary Act (dampak atau efek yang diakibatkan oleh ucapan terhadap pendengar, baik sengaja atau pun tidak sengaja).
Locutionary Act atau tindak lokusi adalah tindakan mengucapkan sesuatu baik kata atau kalimat secara literalnya saja. Locutionary Act ini mencakup Fonetik (phonetic act) nya atau mengeluarkan bunyi bahasa nya, kemudian Fatik (phatic act) nya atau menyusun kata dan juga kalimant nya secara gramatikal yang benar dan yang terakhir Retik (rhetic act) nya atau memberikan makna, fakta atau referensi terhadap sesuatu. Secara sederhana bisa kita artikan Locutionary Act ialah kita mengatakan atau menyampaikan sesuatu dengan makna atau arti tertentu. Contoh dari Locutionary Act adalah kalimat "Pintu itu terbuka" lokusi dari kalimat tersebut adalah sekadar menyampaikan fakta bahwa pintu dalam keadaan terbuka. Ciri-ciri dari Locutionary Act adalah bersifat deskriptif, bisa dinilai benar atau salah nya dan hanya berfokus pada makna literal atau isi pesan nya saja.
Illocutionary Act atau tindak ilokusi adalah tindakan yang dilakukan dengan ucapan itu sendiri, untuk mencerminkan maksud atau tujuan pembicara kepada pendengar. Illocutionary Act ini adalah inti dari teori tindak tutur itu sendiri. Kita ambil contoh kalimat untuk Illocutionary Act untuk mempermudah kita dalam memahami tindak tutur ini, contoh kalimat "Pintu itu terbuka", jika kalimat ini diucapkan ketika hujan deras terjadi, mungkin maksud pembicara adalah permintaan secara halus kepada pendengar untuk menutup pintu agar air hujan tidak masuk ke dalam rumah. Contoh kedua dalam kalimat "Saya mohon maaf", kalimat tersebut tidak hanya menyampaikan kata-kata kosong atau bualan belaka tetapi merupakan permintaan maaf pembicara kepada pendengar nya. Ciri-ciri dari Illocutionary Act adalah berfokus pada fungsi sosial ucapan, tidak menilah benar atau salah nya ucapan tetapi berhasil atau tidak berhasil nya ucapan tersebut dan terakhir terkait dengan konteks dan niat pembicara kepada pendengar nya.
Perlocutionary Act atau tindak perlokusi adalah dampak atau efek yang diberikan kepada pendengar setelah mendengar ucapan pembicara, tidak hanya perubahan sikap tapi mencakup juga perubahan tindakan, perasaan atau pikiran pendengar. Bisa kita sederhakan Perlocutionary Act adalah apa yang terjadi pada pendengar setelah mendengar ucapan pembicara tersebut?. Contoh untuk tindak tutur perlokusi adalah kalimat "Pintu itu terbuka", misal nya pendengar mendengar ucapan tersebut kita tidur maka pendengar akan merasa terganggu dan bangun untuk menutup pintu dan memberikan efek tindakan nyata dari pendengar. Contoh kalimat lain adalah kalimat "Ada ular di belakangmu!" efek dari pendengar setelah mendengar ucapan tersebut akan merasa takut bahkan bisa langsung meloncat saking kaget nya pendengar. Tindak tutur ini memberikan efek nyata langsung atau emosional (senang, marah, sedih dan lain-lain), tindak tutur ini juga bisa dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja dan tindak tutur ini juga berhubungan dengan reaksi psikologis atau fisik pendengar.
John Langshaw Austin banyak memberikan kontribusi dalam filsafat bahasa, Speech Act Theory yang dikemukakan oleh Austin banyak memberikan dampak bagi perkembangan filsafat bahasa. Teori Austin ini juga menjadi dasar bagi perkembangan teori pragmatik. Dan teori-teori John Langshaw Austin juga mempengaruhi filsuf-filsuf lain seperti John Searle, Grice dan lain-lain. Teori tindak tutur ini pun yang jadi landasan bagi John Searle yang juga merupakan murid dari John Langshaw Austin untuk mengembangkan teori ini lebih dalam lagi.Â
Sebagai penutup, kontribusi John Langshaw Austin melalui Speech Act Theory telah memberikan landasan baru dalam memahami bahasa sebagai alat tindakan, bukan semata-mata sarana menyampaikan informasi. Pemikirannya menandai pergeseran paradigma dalam filsafat bahasa dan membuka ruang bagi kajian pragmatik modern. Dengan mengenalkan tiga jenis tindak tutur yaitu Locutionary Act, Illocutionary Act, dan Perlocutionary Act. Austin menunjukkan bahwa setiap ucapan memiliki dimensi aksi yang kompleks dan bergantung pada konteks serta niat pembicara. Gagasan-gagasannya tidak hanya relevan dalam kajian linguistik dan filsafat, tetapi juga berdampak luas dalam bidang komunikasi, sastra, hukum, hingga ilmu sosial. Warisan intelektual Austin terus hidup melalui para pemikir setelahnya seperti John Searle, dan tetap menjadi rujukan penting dalam studi-studi bahasa hingga hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI