Mohon tunggu...
Zabidi Mutiullah
Zabidi Mutiullah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Concern pada soal etika sosial politik

Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Capres Nasdem, Jangan Bergembira Dulu

4 Oktober 2022   07:21 Diperbarui: 4 Oktober 2022   07:32 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan, | Foto: Kompas.com/Adhyasta Dirgantara

Lha bagaimana hendak menentukan pendamping jika suara belum cukup. Tentu ini merupakan problem tersendiri. Dan pada situasi inilah sebenarnya yang cukup berbahaya, baik bagi Nasdem maupun Anies sendiri. 

Jika tak piawai melakukan lobby dan kaku berdiplomasi, akan percuma itu keputusan partai Nasdem. Bisa-bisa, pencalonan Anies bagai otopia, hanya mimpi disiang bolong.

Ada istilah dalam dunia politik yang hingga kini masih diakui kebenarannya. Bahwa tak ada kawan yang abadi, kecuali kepentingan abadi. Melakukan lobby dan diplomasi dalam politik, berarti juga harus bisa memenuhi permintaan calon kawan. Masalahnya sekarang, bisakah partai Nasdem dan Anies memberikan sesuatu terhadap keinginan parpol yang hendak dirangkul menjadi teman koalisi..?

Menarik satu atau dua partai ke Nasdem tentu tak bisa gratis. Sekali lagi, harus ada semacam kompensasi yang menjadikan calon koalisi tertarik gabung ke Nasdem dan dukung Anies sebagai capres. 

Dalam konteks politik untuk pilpres 2024, kompensasi tersebut mungkin berupa syarat jadi cawapres Anies, permintaan dana operasional, porsi menteri di kabinet jika sudah menang dan sebagainya. Namun apapun jenisnya, yang penting dapat memikat parpol lain.

Untuk tahu lebih detail bagaimana kemungkinannya, mari kita flashback kebelakang tengok data persentase hasil suara pemilu legislatif tahun 2019. Berturut-turut secara ranking ada PDIP sebesar 19.33%. Lalu Gerindra 12.57%, Golkar 12.31%, PKB 9.68%, Nasdem 9.05%, PKS 8.21%, Demokrat 7.77%, PAN 6.84% dan terakhir di nomor buncit ada PPP sejumlah 4.52%.

Untuk kemungkinan dijadikan teman koalisi oleh Nasdsem, mari kita pisahkan yang sementara ini sudah relatif “solid” dan yang masih ngambang. Untuk kelompok solid, ada PDIP yang bisa berangkat sendiri. Juga ada KIR hasil gagasan Gerindra PKB yang bahkan sukses mengikat pertemanan dalam bentuk MoU. 

Jadi, baik PDIP maupun KIR, keduanya tinggal tunggu siapa parpol yang  hendak mau begabung. Ada ya syukur. Tak adapun bisa jalan terus.

Jika Nasdem ingin menarik PDIP atau KIR, saya kira sangat sulit. Kendalanya banyak sekali dan sangat prinsip. Seperti soal kandidat. Baik PDIP dan KIR sudah ditentukan capresnya. 

Tak mungkin keduanya menurunkan level menjadi cawapres hanya demi menuruti kemauan Nasdem untuk manaikkan Anies sebagai Capres. Sama-sama capres, lebih tak mungkin lagi. Ini ibarat menunggu datangnya lebaran kuda kata mantan presiden kelima RI Pak SBY.

Fix, PDIP dan KIR kita keluarkan dari kemungkinan gabung ke Nasdem. Sekarang masih ada Golkar, PKS, Demokrat, PAN dan PPP. Kita lihat Golkar dulu. Meski tak begitu kuat sebagaimana PDIP, level Golkar juga ada di atas Nasdem. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun