Mohon tunggu...
Febriana rizki valentin
Febriana rizki valentin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai dunia bisnis , berjualan, dan senang mempelajari mengenai bisnis digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Korelasi Perilaku Anak Bangsa dengan Eksistensi Negara Pancasila

14 Mei 2024   20:06 Diperbarui: 14 Mei 2024   20:07 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENELISIK KORELASI PERILAKU ANAK BANGSA DENGAN EKSISTENSI NEGARA PANCASILA

Penulis: Febriana Rizki Valentin

Mengutip tulisan dari artikel Prof. Haedar Nashir yang diterbitkan dalam media online yang mengatakan bahwa Indonesia saat ini tengah heboh kasus pamer kekayaan. Kemudian, ditambah dengan kasus berita uang Rp300 triliun di salah satu kementerian. Kedua kasus ini erat kaitannya dengan moral yang tercantum pada eksistensi nilai-nilai yang berbanding terbalik dengan Pancasila. Moral dan etika memiliki kaitan erat. Moral adalah ajaran dan etika ialah ilmu (Rachmawati, Al Ghozali, dan Nasution 2021). Etika merupakan kajian filsafat yang menyelidiki tingkah laku moral. Dengan begitu, etika adalah ilmu tentang moral (Harahap 2019).

Era post truth tumbuh seiring perkembangan pesat dunia teknologi informasi dengan hadirnya berbagai platform media sosial. Mula-mula post truth di lingkungan politik dimana pilihan tidak dilandasi fakta objektif tetapi lebih didasarkan emosional dan pilihan subjektif. Gejala post truth kemudian melanda ke berbagai aspek kehidupan dimana subjektivitas dapat mengalahkan fakta objektif. Ditambah lagi bahwa kondisi kehidupan tengah berada di dalam situasi ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Istilah-istilah ini muncul untuk menggambarkan situasi dunia ekonomi global, tetapi kemudian berlaku pula di dalam berbagai segmen kehidupan (Adhi 2017).

Konten unggahan di media sosial menjadi tidak terkendali. Pemerintah telah melakukan pengaturan terkait penggunaan media sosial. Akan tetapi, implementasi pengaturan dunia digital ini bukan perkara yang mudah untuk mengontrol seluruh pengguna akun media sosial agar bertindak secara sehat, cerdas, dan edukatif. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia bergerak cepat melakukan kontrol terhadap perilaku yang meresahkan masyarakat dalam penyalahgunaan media sosial melalui penanganan oleh instansi-instansi berwenang. Hingga terdapat sejumlah kasus yang menyeret pengguna akun media sosial ke dalam urusan hukum. Seiring kondisi dunia yang penuh disrupsi akibat revolusi industri 4.0 tampak media sosial menjadi komoditas untuk alternatif mata pencaharian. Syaratnya, orang mesti mendaftar kepemilikan akun platform media sosial secara resmi.

Berbagai hal yang menjanjikan pendapatan finansial dari media sosial di antaranya dorongan untuk menjadi influencer, banyaknya followers, like, dan subscribe, dan lain sebagainya. Suatu hal yang logis bahwa media sosial memungkinkan dapat mendatangkan keuntungan finansial melalui aktivitas seperti podcast. Podcast sendiri ialah rekaman audio yang dapat didengarkan khalayak melalui saluran digital (Sudarmanto 2019). Perusahaan seperti Google sebagai pemilik platform media sosial yang paling berpengaruh tidak bisa dibantah bahwa mereka memiliki finansial yang amat besar, terutama diperoleh dari jasa penayangan iklan dan dari pengguna akun berbayar. Lalu, finansial ini dibagikan kepada para pemilik akun yang produktif dari sisi followers, like, dan subscribe sebagai hasil kerja influencer. Terbukti ada banyak orang yang kemudian kaya raya secara mendadak dari penghasilan media sosial. Oleh karena itu, kehadiran media sosial menjadi magnet tersendiri yang menggiurkan orang di kampung dunia. Hampir seluruh orang di muka bumi mereka menjadi pengguna media sosial, baik hanya sekedar memiliki akun maupun untuk tujuan alternatif penghasilan finansial


Pemilik akun media sosial menjadi tertantang harus pandai mengelola agar media sosial mendatangkan keuntungan finansial (Anditya 2020). Sebuah akun terkadang dikelola oleh manajemen secara profesional yang melibatkan tim kreatif dari kalangan content creator. Tim kreatif berperan melakukan riset, inisiatif, kreativitas, dan inovasi untuk memproduksi konten yang menarik.

Baru-baru ini kasus yang tidak mencerminkan nilai Pancasila adalah kasus pamer kekayaan yang bisa disebut dengan istilah flexing. Aksi flexing tergolong tindakan yang tidak etis. Itu sebabnya, terhadap aksi flexing banyak kalangan melakukan kritik. Aksi flexing dinilai memiliki dampak negatif. Pertama, dampak terhadap pemilik akun yang melakukan flexing hingga dapat mengundang orang untuk berbuat jahat. Kedua, dampak terhadap publik dimana orang mendapat efek menjadi ingin kaya raya secara mendadak. Berdasarkan dampak ini maka tegaslah bahwa dunia podcast dan influencer dalam bentuk flexing dipandang tidak memenuhi syarat etis.

Hal di atas dimaksudkan agar generasi muda yang tidak hanya memiliki kualitas intelektual yang tinggi, kepribadian yang tangguh, kreatifitas dan keterampilan yang memadai. Namun, juga harus memiliki akhlak dan budi pekerti serta iman yang kokoh dan kuat sehingga upaya dalam mewujudkan masyarakat madani serta survive menghadapi berbagai tantangan yang semakin tidak terkendali. Goals dari program tersebut yakni masyarakat dapat mengajarkan hak dan kewajiban sebagai bagian dari jiwa pancasila serta perintah bergotong royong dalam menyelesaikan masalah di masyarakat. Ketika nilai-nilai akhlak sosial ini terwujud, maka disitulah muncul masyarakat ideal yang disebut sebagai masyarakat pancasila.

 

Sumber Rujukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun