Mohon tunggu...
Yulia dwipitasari
Yulia dwipitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas IGM Palembang

saya seorang mahasiswi aktif dari salah satu Universitas swasta di Kota Palembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hilangnya Akses Penyerapan Aspirasi Rakyat

2 April 2023   23:21 Diperbarui: 2 April 2023   23:43 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: mediaindonesia.com

Indonesia merupakan negara demokrasi. Umumnya negara demokrasi menganut prinsip ''dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat'', hal tersebut juga dijelaskan dalam Undang-Undang tentang Kebebasan berpendapat merupakan Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam UU RI No. 39 tahun 1999 pada pasal 23 ayat (2) berisi ''Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.'' . (UU RI No. 39 tahun 1999) 

Mengacu pada undang undang, kebebasan dalam berpendapat menjadi hak oleh setiap warga negara. Melalui ide lisan maupun tulisan, seharusnya berhak dalam menyampaikan pendapat selama masih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mekanisme kebebasan berpendapat ini seakan hilang di negara Indonesia, aksesnya ditutup, panggung dibiarkan kosong, sementara aspirasi masih banyak yang harus disampaikan dan didengar. Banyak faktor penyebab mengapa aspirasi tersebut tidak tersampaikan, antara lain; tidak adanya transparansi politik dan kepentingan para elit oligarki.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seharusnya menjadi wadah bagi aspirasi masyarakat, namun melalui beberapa kesempatan aspirasi masyarakat malah ditolak mentah-mentah. Masih banyak anggota DPR yang lebih mementingkan golongannya daripada masyarakat sehingga berdampak terhadap tidak tersalurkannya aspirasi masyarakat secara baik dan efektif. Hal ini terbukti berdasarkan ditetapkan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta kerja ditengah demonstrasi oleh mahasiswa dan buruh. Peristiwa tersebut dianggap merugikan banyak pihak.

Akibat ingin disahkannya Perppu tersebut ada sekitar 10.000 orang dari berbagai elemen masyarakat hadir dalam aksi demonstrasi menolak Perppu Cipta kerja di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat (28/2/2023). Dalam aksi tersebut gabungan elemen masyarakat ini mengatasnamakan Gerakan Ultimatum Rakyat dan Protes Rakyat Indonesia dengan membawa setidaknya 10 tuntutan yang dianggap penting, satu diantaranya adalah Presiden RI segera mencabut Perppu Cipta kerja. Namun hingga kini hal tersebut masih belum mendapat respon positif. (Kompas, 2023)

Peristiwa tersebut membuktikan bahwa penyerapan aspirasi masyarakat terhadap DPR sudah sangat minim, dibutuhkan upaya lebih agar aspirasi dapat tersalurkan dan didengar dengan baik. Sebab permasalahan terkait Perppu Cipta kerja dan tidak terserapnya aspirasi masyarakat sudah sejak lama terjadi. Pemerintah seharusnya mengeluarkan upaya lebih lanjut berdasarkan hukum dan sistem politik yang demokratis. Namun ketika aspirasi sudah tidak didengar lagi, demo yang dilakukan sudah tidak mendapat respon lagi maka perlu tindakan lebih jauh. 

Masyarakat dapat melakukan beberapa langkah lain seperti mengajukan petisi kepada lembaga terkait, kampanye di sosial media, mengadakan pertemuan dengan para pemimpin lokal seperti anggota dewan atau pejabat pemerintah, dan atau membentuk kelompok advokasi yang berfokus pada isu yang ingin disampaikan atau mencari bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memperjuangkan isu yang sama. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun