Bayangan Banteng di Balik Panggung
Di balik panggung festival, saya membayangkan seorang bocah bernama Arga. Ia bersembunyi sambil menggenggam topeng banteng yang agak kebesaran untuk wajah mungilnya.Â
Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, melainkan karena bangga akan tampil di depan banyak orang. Ketika musik gamelan mulai mengalun, Arga melangkah ke panggung. Ia menari, bukan hanya dengan tubuhnya, tetapi juga dengan hatinya.Â
Di balik topeng banteng itu, Arga merasa dirinya menyatu dengan sejarah leluhur, sekaligus bercita-cita membawa seni ini terus hidup di era yang akan datang.
Wahyu Putro Prowongso dalam Pawai Bantengan Nuswantara ke-17 - Foto: Dalu OpenÂ

Secercah Harapan
Festival Bantengan Nuswantara membuktikan bahwa tradisi tidak pernah benar-benar mati, ia hanya menunggu untuk disapa kembali.Â
Dengan pengemasan yang bijak, keterlibatan anak-anak, komunitas seperti Wahyu Putro Prowongso, dan pemanfaatan teknologi, Bantengan bukan hanya menjadi tontonan, tetapi juga tuntunan.Â
Ia adalah warisan budaya yang terus bertumbuh, mengakar pada tanah leluhur, namun merentangkan cabang ke masa depan. Salam Lestari! (Yy).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI