Mohon tunggu...
marianis majri
marianis majri Mohon Tunggu... -

PNS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramai-ramai Pindah Wn Malaysia

31 Januari 2011   21:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:00 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Itulah judul di halaman pertama Harian Equator tgl 27 Januari 2011. Disebutkan "Apa saja yang diurus birokrat dan politisi. Warga perbatasan sudah lama minta diperhatikan, tapi tak direspons. Pilihan terakhir pindah warga negara."  Selanjutnya diberitakan bahwa sebanyak 61 orang penduduk Dusun Gun Jamak, Desa Suruh Tembawang Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat pindah menjadi Warga Negara Malaysia.  Jumlah ini diperkirakan terus bertambah.

Faktor penyebabnya, selain minimnya infrastruktur dan rendahnya perhatian Pemerintah, juga ditunjang kemudahan birokrasi di negeri jiran tersebut.  Ada 2 syarat untuk menjadi WN Malaysia menurut Moch Zairi Moch Basri, Staff  Departemen Luar Negeri Malaysia kepada Equator (28 Januari 2011): "Syarat Pertama, apabila ada permohonan kepindahan kewarganegaraan dari warga negara Indonesia.  Syarat kedua, kita akan mempertimbangkan agenda kepindahan itu.  Apakah ada agendapolitik atau lain.  Jika lulus dua syarat tersebut, akan dibawa ke Kementerian Dalam Negeri Malaysia untuk mendapat persetujuan."

Setiap orang memang memiliki hak untuk pindah WN.  Namun janji Pemerintah Pusat yang akan menjadikan Daerah Perbatasan yang semula sebagai Bagian belakang menjadi Halaman Depan Wilayah NKRI nampaknya masih menjadi cita-cita dan belum terwujud sebagaimana diharapkan.  Sebagian besar masyarakat di Perbatasan NKRI lebih mudah berbelanja ke Negara Malaysia dibandingkan di Negaranya sendiri.  Hal ini disebabkan karena jalan menuju ke Pusat Pemerintahan dan pasar rusak berat, sehingga hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa pembagian  "Kue Pembangunan" masih belum merata.  Kejadian di atas mengingatkan Saya dengan suatu kejadian yang dikemukakan Schrike  dalam Dies Natalis keempat Rechtshogeschool pada tahun 1928 (Majalah prisma NO.3 Tahun XVI, Maret 1987) sebagai berikut: "Pada suatu ketika, seorang kepala suatu desa di muara Sungai Poso menerima pemberian sepotong daging Kijang hasil perburuan seorang warga desanya.  Sang kepala ternyata tidak mau menerima cara pemberian seperti itu dan menghendaki agar seluruh hasil perburuan itu terlebih dahulu diserahkan kepadanya baru kemudian dialah yang membagi-bagikan kepada anggota masyarakat.  Peristiwa itu menimbulkan keresahan yang besar di kalangan warga desa, sebab kepala desa itu sudah menyimpang dari tradisi.  Rakyat takut; jangan-jangan kepala desa itu sudah dihinggapi penyakit kekuasaan dan mereka mengancam akan meninggalkan desanya dengan pertimbangan semata-mata agar sang kepala desa bisa "menjadi raja di rumah sendiri".  Sesudah kejadian pertama tersebut muncul kejadian yang kedua dan bagi warga desa kejadian berikutnya itu sudah cukup untuk melaksanakan niat meninggalkan desa dan kepala desanya.  Dalam kejadian kedua, kepala desa mengemukakan rencananya untuk memungut biaya dari kapal yang melayari Sungai Poso dan pada saat itu pula semua warga desa serentak meninggalkan desa mereka."

Semoga kisah tersebut  menjadi renungan bagi Kita dalam membangun Negara tercinta Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun