Mohon tunggu...
Yusuf Yanuar Y.
Yusuf Yanuar Y. Mohon Tunggu... Lainnya - .

...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tidak Lagi "Bapak Membaca Koran Sambil Minum Kopi"

5 Mei 2017   12:31 Diperbarui: 9 Mei 2017   09:02 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Dampak menggunakan aplikasi sosial media, yang biasanya ada di smartphone kita sangatnya besar. Tanpa disadari kita telah menjadi pemuja aplikasi-aplikasi tersebut, faktanya sosial media lebih banyak dibaca dibandingkan kitab suci. Kita seperti gerombolan ikan teri, yang berenang kesana kemari untuk sekedar ingin tahu dan ikut nimbrung dengan topik yang sebenarnya asing bagi isi otak kita.

Layaknya sebuah negara, aplikasi sosial media ini memiliki warga negaranya sendiri. Negara maya yang memiliki luas tak terhingga, negara yang mampu menghimpun seluruh suku bangsa di dunia berada pada satu ranah. Dan tiap detik populasi warganya terus bertambah. Begitu luar biasanya kekuatan dari dunia maya sekarang ini, bahkan stabilitas sebuah negara nyata dapat dikendalikan dari negara maya yang tidak diketahui pasti batas teritorialnya.

Ini era digitalisasi, sudah bukan zamannya “bapak membaca koran sambil minum kopi”. Informasi yang bertebaran di dunia maya dapat dinikmati tanpa perlu menyentuh fisik medianya, tidak perlu kertas atau tinta, cukup smartphone dan kuota data. Usap-usap sedikit gawainya dan jutaan beritapun muncul, dari konsep bumi datar sampai nirwana ada semua disana.

Jangan terkecoh dengan mungil dan lucunya sebuah ikon aplikasi sosial media di gawai anda, ibarat lidah tak bertulang. Aplikasi sosial media juga menawarkan kepada kita kebebasan mengekspresikan diri. Semisal  menyatakan pendapat politik, sampai ke ranah kehidupan rumah tangga , bahkan aib seseorang dapat cepat menjadi rahasia umum saat ditaburkan melalui media digital. dan secara tidak langsung menjadikan media digital sebagai kebutuhan pokok masyarakat modern saat ini. 

Pangsa pasar yang menggiurkan untuk oknum-oknum sesat yang berusaha mengais rupiah dari menyebarkan hoax lewat akun sosial media yang mereka buat. Bukankah ibarat ikan teri tadi, yang penting ikut gerombolan . Publik cukup diarahkan pada topik dengan pengikut terbanyak, disana mereka di cekokan dengan opini-opini liar untuk mengadu domba pikiran-akal-sehat. jadi ini seperti kita menemukan harta karun sewaktu berselancar di dunia maya dan menemukan bahasan dengan komentar terbanyak, karena rasa penasaran kita ikut membaca, lalu ikut menyimak komentar para warganya, terasa saat itu otak kita seperti ingin mengetuk qwerty dan akhirnya tanpa disadari kita sudah menjadi bagian dari gerombolan teri.

Mungkin zaman kalabendu sudah dimulai dari sekarang, tidak lagi bambu runcing dan gua, untuk berperang dan berlindung. Cukup didepan layar monitor laptop/pc, cukup mengurut smartphone harga ratusan ribu, sudah mampu untuk mengubah dunia. Menaklukkan suatu bangsa lewat dunia maya, sangat mungkin terjadi namanya juga zaman edan “yen ora edan ora keduman”.


Arus digitalisasi memang tidak bisa kita bendung, namun sebagai warga dunia maya yang baik, seyogyanya kita menggunakan aplikasi sosial media dengan bijak dan disertai kewaspadaan akal sehat. Tidak semua yang ditampilkan pada laman sosial media adalah sebuah realitas, ada banyak virus hoax disana, kita perlu filter untuk mengurai antara kebenaran dan kebodohan yaitu  melalui hati nurani , sebab hati nurani adalah jembatan antara suara Tuhan dengan kebenaran yang sejati.

Salam Damai Sejahtera

Yusuf Y. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun