Mohon tunggu...
Yusril Izha Mahendra
Yusril Izha Mahendra Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Ekonomi Pembangunan

Keberanian Itu Mewabah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nonton Porno adalah Sex Education?

28 Juni 2021   21:07 Diperbarui: 28 Juni 2021   21:12 6507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Jadi mendingan dari pada gini-gini, kita jadi temen aja, 'Gimana nonton kayak gini, asyik ya?', 'Bunda kamu gini gini, jangan gini-gini', 'Aduh biasa aja bro', aku gitu," Yuni Shara

Sedikit banyak di antara kita mungkin tidak asing dengan kutipan di atas, baik mendengar secara langsung melalui chanel YouTube maupun membaca dari portal berita. Dari beberapa sumber, kutipan tersebut dilontarkan Yuni Shara dalam chanel YouTube Venna Melinda, sebab bagian yang membahas hal tersebut telah dipotong atau hilang dari video terkait. Singkatnya, Yuni Shara mengizinkan anaknya menonton film porno bahkan menemaninya dengan desar pendidikan sex.

Terkait pengakuannya tersebut ada berbagai macam tanggapan dari pihak yang berbeda, mulai dari netizen, pakar psikolog hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

  • Netizen: dari pihak yang mendukung atau pro mereka mengatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang bagus dari pada harus dengan mencuri-curi kesempatan akibat penasaran. Sebaliknya, mereka yang kontra mengatakan bukan hal baik dan harus diingatkan sebab berdosa.
  • Pakar Psikolog:Menurut Psikolog Pendidikan Anak dan Remaja Rumah Dandelion, Agstried Piether,bahwa cara yang dilakukan Yuni Shara dengan tidak memarahi anaknya ketika mendapati sedang menonton video porno adalah hal yang tepat namun tidak dengan mendampingi mereka.
  • KPAI: menurut Susanto sebagai ketua KPIAI, konten porno memiliki dampak negatif meskipun diawasi atau ditemani.

Pendidikan Sex sebagai Alasan

Menurut saya pribadi, apa yang dilakukan Yuni Shara khususnya dengan alasan sex education tidaklah salah melainkan langkah atau cara yang digunakan kurang tepat. 

Pertama, mengenai konten porno. Seperti halnya yang katakan ketua KPAI bahwa konten porno memiliki dampak negatif. Salah satunya dapat membawa perubahan signifikan pada otak seperti yang terlihat pada kecanduan narkoba. Selain itu konten pornografi di Indonesia merupakan sesuatu yang dilarang bahkan memblokirnya yang tertuang dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (disingkat UU ITE) atau Undang-undang nomor 11 tahun 2008. 

Pada pasal 26 sudah sangat jelas dimana muatan pornografi itu dilarang keras di Indonesia, menyebarkan dan menonton hanya untuk kesenangan belaka merupakan hal yang tidak pantas dilakukan bagi masyarakat Indonesia yang cerdas ini. Sebaliknya jika kita menggunkana untuk hal yang bermanfaat maka hasilnya pun akan bermanfaat bagi masa depan bangsa kita.

Kedua, kurang tepatnya langkah dalam sex education. Seperti yang kita tahu perhatian mengenai sex education di Indonesia masih cukup rendah, pada kenyataannya hal tersebut cukup dibutuhkan tercermin dari data Survei Demografi dan Kesehatan bahwa: Kesehatan Remaja Indonesia tahun 2017 menunjukkan bahwa kurang dari 50% remaja membicarakan permasalahan seks (menstruasi dan mimpi basah) kepada orang tua mereka. Survei ini juga menunjukkan bahwa 59% wanita dan 74% pria telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah pertama kali pada umur 15-19. Secara keseluruhan, 2% wanita dan 8% pria melaporkan telah melakukan hubungan seksual pranikah. Tentunya kondisi tersebut sangat berbanding terbalik dengan Amerika, di mana 50 negara sudah diamanatkan mengenai pendidikan sex.

Dari kenyataan di atas dapat kita simpulkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan sex education masih cukup rendah, baik secara tujuan hingga langkah-langkahnya. 

Begitu pun dengan Yuni Shara, langkah yang ia terapkan kepada anaknya mengenai sex education. Bila mengacu International technical guidance on sexuality education yang dikeluarkan UNESCO proses yang digunakan yaitu dengan memisahkan menjadi empat kelompok usia (5-8 tahun; 9-12 tahun; 12-15 tahun dan 15-18+ tahun) yang ditujukan untuk pelajar di sekolah dasar dan menengah tingkat dan membagi menjadi beberapa konsep yang meningkat dan penting serta saling menguatkan, secara umum yaitu:

1. Hubungan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun