Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... Kuliah

Main bola

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Keadilan yang tertunda: potret buram eksekusi hukum dalam kasus silfeser matutina

14 Oktober 2025   07:58 Diperbarui: 14 Oktober 2025   07:58 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Keadilan Yang Tertunda : Potret Buram Eksekusi Hukum Dalam Kasus Silfester Matutina.
 
Nama Silfester Matutina kembali mencuat ke permukaan usai dirinya ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Komisaris Independen PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID Food. Silfester Matutina merupakan pria yang lahir di Ende, Nusa Tenggara Timur pada 19 juni 1971, ia dikenal sebagai pengacara dan aktivis politik Indonesia, ia merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) sebuah kelompok relawan yang mendukung  presiden Jokowi. Menjelang pemilihan presiden 2024 Silfester ditunjuk sebagai wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, yang berperan mengkoordinasikan relawan dan jaringan akar rumput.  
Setelah pengangkatan dirinya sebagai komisaris salah satu BUMN sorotan publik kembali tertuju kepada Silfester sebab ia diketahui telah berstatus sebagai Narapidana akibat kasusnya dengan Wakil Presiden ke 12 Indonesia Jusuf Kalla. Kasusnya bermula ketika Silfester dituduh memfitnah Jusuf Kalla lewat orasi yang disampaiakannya pada 15 mei 2017, dalam orasinya ia  menyebut Jusuf Kalla sebagai akar permasalahan bangsa. “Jangan kita dibenturkan dengan presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla” kata Silfester dalam orasinya tersebut. Silfester juga mengatakan bahwa Jusuf Kalla berkuasa hanya demi kepentingan pilpres 2019 dan kepentingan korupsi di daerah kelahirannya. “Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti Jusuf Kalla. Mereka korupsi, nepotisme hanya perkaya keluarganya saja” lanjutnya dalam orasi tersebut. Setelah orasi tersebut tersebar, muncullah desakan dari warga kampung halaman Jusuf Kalla di Sulawesi Selatan untuk melaporkan silfester. Akhirnya akibat orasi tersebut ia dilaporkan oleh Jusuf Kalla pada kepolisian
Setelah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Jusuf Kalla, akhirnya pada tanggal 30 juli 2018 majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pada Silfester yakni 1 tahun penjara karena terbukti melakukan fitnah terhadap Jusuf Kalla yang melanggar Pasal 311 ayat (1) KUHP. Setelah itu, pihak silfester melakukan upaya banding tetapi justru pengadilan tingkat banding menguatkan putusan PN Jakarta Selatan, upaya pihak silfester tidak berhenti sampai di tingkat banding saja, selanjutnya mereka mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung, namun upaya Kasasi yang dilakukan itu tidak berjalan sesuai harapan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 majelis hakim menjatuhkan vonis yang lebih berat dari putusan sebelumnya yakni 1 tahun 6 bulan penjara dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
Terhitung 6 tahun sudah sejak vonis dijatuhkan kepada Silfester Matutina, namun hingga kini ia masih bebas berkeliaran tanpa ada hukuman yang di jalaninya. Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar tentang konsistensi aparat penegak hukum di negeri ini, Padahal pada waktu menjelang Pemilihan Presiden 2024, Silfester sendiri sangat sering tampil dalam kampanye-kampanye dan acara-acara televisi untuk berdiskusi dan berdebat karena jabatannya sebagai wakil ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, setelah Prabowo-Gibran menang dalam Pilpres 2024, pada 18 Maret 2025 ia ditunjuk sebagai Komisaris Perusahaan  BUMN yang notabene merupakan posisi yang strategis dalam BUMN tersebut. Tetapi entah apa yang menghalangi para aparat penegak hukum untuk memenjarakannya, Dengan bebasnya pergerakan yang dilakukan oleh Silfester, ini seakan membuktikan bahawa aparat penegak hukum di negeri ini tutup mata terhadap vonis yang sudah dijatuhkan kepadanya. sudah seharusnya menjadi tugas aparat penegak hukum melaksanakan putusan pengadilan untuk memenjarakan Silfester Matutina
Dalam hal eksekusi putusan pidana di Indonesia  berdasarkan pasal 270 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa” dan pasal 30 ayat (1) huruf b UU Kejaksaan  “Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Selain Kejaksaan, yang juga berhak dalam hal ini adalah Pengadilan salah satunya lewat Hawasmat (Hakim Pengawas dan Pengamat) untuk untuk mengawasi dan mengamati pelaksanaan putusan pengadilan  seperti yang tertuang dalam pasal 278-283 KUHAP.
 
 
 
 
Kejaksaan Agung selaku lembaga yang menaungi setiap Kejaksaan Negeri yang ada di Indonesia, hingga hari ini belum ada Langkah yang diambil atas dugaan pembiaran yang dilakukan oleh satuan kerjanya tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna menyatakan “itu eksekutor yang bertanggungjawab adalah Kejari Jakarta Selatan. Jadi silahkan rekan rekan tanyakan kepada eksekutornya Kejari Jakarta Selatan” Secara eksplisit ia menyatakan yang berwenang dalam mengeksekusi adalah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, menurut hemat penulis sendiri Kejagung seakan menciptakan Kesan tarik ulur pada kasus ini, padahal kasus ini telah menyita perhatian publik dan sesegera mungkin harus ditindak lanjuti
Ketiadaan proses eksekusi terhadap perkara Silfester Matutina ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, Kejaksaan selaku eksekutor putusan pidana harus menjelaskan mengapa putusan yang sudah inkracht ini belum di eksekusi juga hingga kini. Di Tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum hal ini justru memperparah situasi tersebut, sungguh ironi ketika negara sendiri pun tak patuh terhadap putusan pengadilan yang dibuat oleh “dirinya sendiri”. Sistem hukum akan berjalan ketika publik percaya bahwa hukum itu mengikat pada diri mereka. Untuk terus menjaga kepercayaan ini, perlu ada suatu bukti yang membuat publik untuk terus berpikir demikian, disinilah peran pengadilan melalui kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi dan juga Kejaksaan untuk melaksanakan putusan pengadilan. Tanpa adanya pelaksanaan putusan pengadilan, sistem peradilan pidana tidak lagi memiliki arti dan juga kepercayaan publik terhadap hukum pun terancam tergerus
Selain itu, dengan fenomena ketiadaan sanksi ini justru membuat keberadaan hukum kehilangan maknanya sendiri. Tanpa adanya sanksi atas pelanggaran hukum maka dengan sendirinya batasan antara sesuatu yang dibolehkan dan sesuatu yang dilarang menjadi kabur sebab tak ada lagi beda antara sesuatu yang dilarang dan dibolehkan, pada akhirnya tidak ada lagi konsekuensi bagi seseorang melanggar hukum. Ada sebuah adagium hukum yang berbunyi “Fiat Justitia Ruat Coelum” sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan. Maka dari itu keadilan bukan hanya ditegakkan tetapi harus tampak ditegakkan, kasus Silfester Matutina ini menjadi sebuah peringatan bahwa hukum tanpa pelaksaan ibarat hukum yang tak berguna. Pada akhirnya setiap instansi penegakkan hukum harus dapat memastikan eksekusi putusan pengadilan dengan baik serta penundaan eksekusi putusan pengadilan telah memiliki alasan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga adanya potensi kejadian seperti ini tidak dapat terulang kembali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun