Mohon tunggu...
yusrilaryaindrajati
yusrilaryaindrajati Mohon Tunggu... Mahasiswa PKN STAN

orang biasa yang tertarik pada ekonomi, bisnis, dan kebijakan publik. Mari berdiskusi tentang angka dan dampaknya pada kehidupan!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinamika Perhitungan Upah Minimum dalam Undang-Undang Cipta Kerja

1 Maret 2025   17:30 Diperbarui: 1 Maret 2025   17:30 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://analysis.netray.id/isu-aksi-protes-uu-ciptaker-otokritik-kelas-pekerja/

Upah Minimum Regional (UMR) merupakan kebijakan yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan pekerja dengan menetapkan batasan upah terendah yang harus diberikan oleh pengusaha kepada pekerja. Namun, metode perhitungannya mengalami perubahan signifikan dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. RUU tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tetapi dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagai tindak lanjut, pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selang beberapa saat, Perppu tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Undang-undang ini menggeser pendekatan sebelumnya dari survei langsung terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi lebih berfokus pada faktor ekonomi makro seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas tenaga kerja. Perubahan ini menimbulkan perdebatan antara stabilitas ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja.

 

Pendekatan baru dalam perhitungan UMR memberikan keuntungan bagi dunia usaha. Dengan metode yang lebih fleksibel, pengusaha dapat memiliki kepastian dalam menetapkan upah tanpa harus mengalami lonjakan. Stabilitas ini dapat mendorong investasi, meningkatkan daya saing industri, serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Selain itu, kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan UMR berdasarkan kondisi perekonomian di wilayah masing-masing sehingga tidak membebani dunia usaha yang masih dalam tahap berkembang.

 

Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menuai kritik, terutama dari kalangan pekerja dan serikat buruh. Salah satu kekhawatiran utama adalah stagnasi upah yang tidak lagi mencerminkan kebutuhan hidup riil. Dengan mengurangi peran survei KHL, ada kemungkinan upah yang ditetapkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. Hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, pada akhirnya dapat berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Selain itu, adanya fleksibilitas dalam penentuan UMR dapat menyebabkan ketimpangan yang lebih besar antar daerah, di mana daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah akan memiliki UMR yang lebih kecil dibanding daerah yang lebih maju.

Lebih lanjut, dari sisi pemerintah, penerbitan UU Cipta Kerja dinilai sebagai bagian dari langkah strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global. Menurut Teuku Riefky, Peneliti Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, kebijakan ini diperlukan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia, baik dalam jangka menengah maupun panjang. Ia menilai bahwa meskipun kondisi ekonomi Indonesia masih dalam tahap kehati-hatian menghadapi perlambatan global, pemerintah tetap perlu mengambil langkah antisipatif untuk mengurangi potensi risiko di masa depan. Dalam konteks ini, fleksibilitas dalam penentuan upah minimum diharapkan dapat membantu dunia usaha bertahan dan tetap kompetitif, sekaligus menjaga keberlanjutan perekonomian Indonesia.

 

Kebijakan ini memiliki dampak besar terhadap semua pihak yang terlibat. Bagi pekerja, perubahan metode perhitungan UMR dapat mengurangi kepastian dalam mendapatkan kenaikan upah yang sesuai dengan kenaikan biaya hidup. Jika kenaikan UMR lebih kecil dari laju inflasi, maka kesejahteraan pekerja bisa menurun secara perlahan. Sementara itu, metode ini dianggap memberikan keleluasaan dalam mengatur anggaran gaji bagi pengusaha  yang pada akhirnya dapat membantu menjaga keberlanjutan bisnis mereka. Namun, jika upah terlalu rendah, daya beli masyarakat akan menurun dan permintaan terhadap barang dan jasa bisa melemah yang pada akhirnya juga akan merugikan sektor usaha.

 

Agar kebijakan ini tetap adil dan mampu memenuhi kepentingan semua pihak, perlu jalan tengah berupa keseimbangan dalam penyelesaian persoalan ini. Transparansi dalam penentuan UMR harus diperkuat dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dasar pekerja tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi. Pemerintah perlu melakukan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa metode perhitungan UMR tetap relevan dan tidak merugikan salah satu pihak. Selain itu, insentif bagi pengusaha yang mampu memberikan upah lebih tinggi dari standar minimum dapat diterapkan, agar kesejahteraan pekerja tetap terjaga tanpa membebani dunia usaha secara berlebihan.

 

 Dirangkum dari berbagai sumber :

 https://www.hukumonline.com/berita/a/perppu-cipta-kerja--antara-menguntungkan-pengusaha-dan-kebutuhan-makro-jangka-panjang-lt63c56f571a1e6/?page=2

 https://analysis.netray.id/isu-aksi-protes-uu-ciptaker-otokritik-kelas-pekerja/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun