Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Quraish Shihab, Ulama Bugis Penggila Real Madrid

4 Agustus 2015   10:19 Diperbarui: 4 Agustus 2015   10:19 5684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aba mengajarkan anak-anaknya untuk menjadi orang Indonesia. Meskipun keturunan Yaman, keluarga Shihab tidak mengenakan peci putih kas orang arab, melainkan peci hitam, khas Indonesia. Kami mengenakan celana, bukan jubah, bahkan berdasi dan berjas jika hendak ke pesta,” katanya.

***

HARI itu, penghujung tahun 1950-an, dua anak muda tengah berjalan kaki di Mesir. Keduanya, Quraish adan Alwi Shihab, tak sabar untuk menyaksikan penampilan Real Madrid yang melawan klub lokal Al Zamayek. Quraish adalah mahasiswa Universitas Al Azhar yang menggemari segala hal tentang Real Madrid. Ia tak sabar menyaksikan permainan Alfredo Di Stefao, peraih Ballon d’Or tahun 1957 dan 1959.

Keduanya juga pemain bola yang handal. Bahkan Quraish bergabung dengan klub sepakbola Zamalek. Ia juga sering bermain bola bersama mahasiswa Indonesia lainnya, di antaranya adalah Abdullah Zarkasy (pemimpn Pondok Modern Gontor) dan Mustofa Bisri (petinggi NU).

Ia berangkat ke Mesir sejak duduk di bangku sekolah menengah. Mulanya, ia belajar di SMP Muhammadiyah di Makassar. Aba menganggap bahwa sekolah itu adalah sekolah terbaik di masa itu, meskipun Aba sendiri memiliki latar belakang dekat dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Setahun di sekolah itu, Quraish lalu pindah untuk nyantri ke Pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyah di Malang, Jawa Timur. Aba dan Emma juga mengijinkannya. Di pesantren inilah ia menempa sikap untuk selalu menyerap hikmah dari siapapun.

Rasa haus akan pengetahuan telah membawanya ke negeri piramida itu demi mereguk langsung pengetahuan pada ulama-ulama ternama di sana. Ia berangkat ketika mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Di sana, ia menerapkan ajaran Aba dan Emma dengan ketat hingga berhasil meraih gelar doktor.

Ayahnya mengajarkan disiplin yang sangat ketat. Ia meminta semua anaknya melafalkan ratib al Haddad, yang disusun Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad sekitar lima abad silam, setiap usai salat magrib. Quraish masih ingat betul bahwa ratib ini selalu dibacanya setelah mendaras Al Quran. Pesan Aba yang selalu mengiang di telinganya adalah “Bacalah Al Quran seakan-akan ia diturunkan padamu.” Belakangan ia tahu bahwa pesan itu adalah kutipan dari karya filosof asal Pakistan bernama Muhammad Iqbal.

Kenangan tentang Aba dan Emma adalah kenangan tentang petuah-petuah di meja makan. Emma selalu mengingatkan semua anaknya untuk makan hanya pada saat lapar. Ia selalu menyajikan menu khas Makassar. Emma selalu meminta anaknya untuk menghabiskan semua makanan di piring. “Ukur kau punya kemampuan. Kalau masih mau nambah, silakan. Tapi harus habis. Gak boleh ada sisa di piring, “ kata Emma sebagaimana dituturkan Quraish.

Aba dan Emma tak bosan menjelaskan bahwa nasi dan makanan akan mendoakan seseorang ke surga jika dihabiskan. Jika ada nasi yang tersisa, nasi itu akan menangis dan mendiakan ke neraka. Makanya, Aba selalu menghitung setiap butir nasi yang tersisa lalu disantap. Jika tak habis juga, Emma akan mengumpulkan dan menjemurnya, lalu diolah menjadi krupuk.

Emma mengajarkan disiplin. Sebagai perempuan Bugis yang dibesarkan dalam iklim penuh kedisiplinan, ia menekankan disiplin di rumah. Meskipun hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR), Emma mewajibkan semua anaknya untuk sekolah. Ia melimpahi semua anaknya dengan kasih sayang yang belimpah.

Aba mengajarkan pentingnya toleransi dan menjauhi fanatisme. Bagi Aba, kebenaran dalam rincian ajaran Islam bisa beragam, namun satu-satunya cara untuk hidup harmonis adalah mengajarkan tasamuh (toleransi), tanpa melunturkan keyakinan dan tradisi yang dianut. “Sahabat Aba banyak sekali. Malah ada orang Cina yang datang ke rumah untuk belajar bahasa Arab,” kata Quraish.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun