Mohon tunggu...
Yusno Yuliyanto
Yusno Yuliyanto Mohon Tunggu... Product Manager

Produk spesialis di bidang peralatan rumah tangga (home appliances). Saat ini bekerja sebagai Product Category Manager for Home Appliances di salah satu perusahaan multinasional.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

"Pewaris" dan "Dirgahayu": Saat Kata Digunakan Tak Sesuai Makna

3 Agustus 2025   06:00 Diperbarui: 3 Agustus 2025   12:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia (gambar dibuat dengan Gemini AI)

"Tetap semangat dan terus berjuang, karena kita perintis bukan pewaris

"Pantang bagi laki-laki untuk menyerah karena kita perintis bukan pewaris"

"Kene perintis ora pewaris, ra nyambut gawe yo kembang kempis (kita perintis bukan pewaris, tidak bekerja keras ya kembang kempis)"

Kalimat-kalimat sejenis di atas mungkin sering kita temui di media sosial ataupun status pribadi rekan, keluarga, atau saudara kita. Sekilas tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut. Mereka yang membacanya pun dengan mudah menangkap maksud sang penulis atau si pemilik status, yaitu “kita adalah orang yang bekerja keras untuk mencari harta, bukan orang yang mewarisi harta”. Akan tetapi, jika merujuk makna kata “pewaris” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring (online), ada yang salah dengan penggunaan kata pewaris di sini.

Menurut KBBI versi daring (kbbi.kemdikbud.go.id), kata “pewaris” berarti “orang yang mewariskan”. Awalan pe- dalam bahasa Indonesia memang lebih sering bermakna “orang yang melakukan atau mengerjakan sesuatu”. Misalnya pelapor berarti orang yang melaporkan, penonton bermakna orang yang menonton, pemain adalah orang yang bermain, dan seterusnya. Mengacu pada arti pewaris sesuai KBBI di atas, maka penggunaan jargon “perintis bukan pewaris” menjadi rancu, karena seorang perintis lah yang diharapkan menjadi pewaris (orang yang mewariskan harta ke anak cucu). Jika yang dimaksud bahwa dirinya adalah orang yang mewarisi atau memperoleh warisan, maka kata yang tepat adalah “ahli waris”. Sesuai dengan KBBI, definisi dari ahli waris adalah “orang yang berhak menerima warisan (harta pusaka)”. Jadi, jargon yang benar seharusnya “perintis bukan ahli waris”. Catatan: Sesuai dengan KBBI, kata yang baku adalah takhta, yang bermakna “tempat duduk raja” atau “kedudukan”. Sementara itu, tahta adalah bentuk tidak bakunya.

Kesalahan serupa terjadi pada “pewaris takhta”. Sering kita jumpai berita, baik di media daring maupun konvensional, yang menuliskan kata tersebut. Misalnya pada kalimat “Pangeran William adalah pewaris takhta Kerajaan Inggris yang selanjutnya”. Kalimat yang benar adalah “Pangeran William adalah ahli waris takhta Kerajaan Inggris yang selanjutnya”.

Sebagian besar dari kita mungkin tidak menyadari bahwa penggunaan kata tersebut tidak tepat, tetapi karena sudah sama-sama mafhum, maka kita tidak pernah mengungkit atau mempermasahkannya. Hal tersebut tidak menjadi masalah jika digunakan untuk bahasa pergaulan sehari-hari maupun di media sosial. Akan tetapi, bagi sebagian kecil orang, kesalahan tersebut cukup mengganggu, terutama jika digunakan pada ranah formal seperti artikel ilmiah maupun artikel jurnalistik. 

Selain kata pewaris, penulis juga menemukan satu kata yang sering digunakan secara salah dalam kalimat. Kata ini akan sering muncul pada bulan Agustus menjelang peringatan hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata yang dimaksud adalah “dirgahayu”. Sebentar lagi kita akan menjumpai spanduk, poster, pamflet, atau mural yang menuliskan kalimat “Dirgahayu Republik Indonesia ke-80” di berbagai ruang publik. Dari kalimat tersebut, sekilas akan kita pahami bahwa makna kata dirgahayu adalah “selamat ulang tahun”, sehingga kalimat tersebut sama artinya dengan “Selamat Ulang Tahun Republik Indonesia ke-80”. 

Saking seringnya kita menjumpai kalimat tersebut, kita pun secara tidak sadar menganggap kalimat tersebut benar. Padahal, jika merujuk pada KBBI, makna kata dirgahayu adalah “berumur panjang (biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati hari jadinya)”. Dalam hal konteks dan waktu penggunaan kata dirgahayu untuk ucapan peringatan kemerdekaan Indonesia adalah benar. Akan tetapi, susunan kalimat tersebut menjadi salah karena kesalahan dalam memahami makna kata dirgahayu. 

Jika menggunakan definisi sesuai KBBI, kalimat “Dirgahayu Republik Indonesia ke-80” bermakna “Panjang Umur Republik Indonesia ke-80”. Maknanya menjadi rancu karena “panjang umur” tidak seharusnya diikuti dengan bilangan tahun. Jadi, kalimat yang tepat adalah “Dirgahayu Republik Indonesia”. Jika hendak menggunakan bilangan tahun, kata dirgahayu bisa diganti dengan “hari ulang tahun”, menjadi “Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-80” atau bisa disingkat menjadi “HUT RI ke-80”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun