Malin Kundang: Si Anak Durhaka
Dahulu kala, di sebuah kampung nelayan di pesisir Sumatera Barat, hiduplah seorang janda miskin bersama anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Mereka hidup sederhana. Ibunya sangat menyayangi Malin, dan Malin pun tumbuh menjadi anak yang rajin dan baik hati.
Namun, karena hidup mereka serba kekurangan, Malin merasa sedih dan ingin mengubah nasib. Suatu hari, ia memutuskan untuk merantau dengan menaiki kapal dagang. Ibunya berat melepaskannya, tapi Malin meyakinkan bahwa ia akan kembali jika sudah berhasil.
Tahun demi tahun berlalu. Sang Ibu selalu menunggu di dermaga setiap kapal datang, berharap Malin pulang. Tapi Malin tak kunjung datang.
Hingga pada suatu hari, sebuah kapal besar merapat ke pelabuhan. Dari kapal itu turun seorang laki-laki berpakaian mewah bersama istrinya yang cantik. Dialah Malin Kundang, kini sudah menjadi saudagar kaya. Ibunya pun mengenali Malin dan segera menghampiri dengan penuh haru.
Namun, Malin malu mengakui ibunya yang miskin dan berpakaian lusuh di depan istrinya. Ia menghardik, “Aku bukan anakmu, perempuan miskin!”
Sang Ibu sangat sedih. Dengan air mata yang jatuh, ia berdoa, “Ya Tuhan, jika dia benar anakku, kutuklah dia menjadi batu!”
Tak lama kemudian, langit mendung dan petir menyambar. Malin Kundang terjatuh dan perlahan tubuhnya berubah menjadi batu.
Kini, di pantai Air Manis, masih ada batu menyerupai manusia bersujud—disebut sebagai Batu Malin Kundang, pengingat bahwa durhaka kepada orang tua akan berakhir dengan penyesalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI