Mohon tunggu...
Yus Aditya
Yus Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa dan Kritikus

Purity, Priority, Integrity

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Indonesia Masih Sangat Rentan Terjadi Pelanggaran Privasi. Hati-hati Terhadap 2 Hal Berikut Ini!

22 Juli 2020   21:49 Diperbarui: 22 Juli 2020   22:59 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Privasi (Inggris: Privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk menutup atau melindungi kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Maka, pelanggaran privasi adalah pelanggaran hak-hak individu dalam usahanya menutup atau melindungi kehidupan dan urusan personalnya dari hadapan publik untuk beberapa tujuan terutama dalam hal mengontrol informasi. Tahukah anda bahwa rekam jejak atau sidik jari digital anda dapat diketahui oleh beberapa pihak agar mereka mendapat keuntungan dari anda?

Siapa disini yang pernah mencoba menggunakan aplikasi pinjaman online? Ya, sebagai manusia, tentu kita akan dihadapi oleh keadaan yang tak terduga. Tidak jarang kita harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendadak yang tentu sangat mendesak. Seperti contohnya, biaya untuk kesehatan yang tidak dapat diprediksi atau biaya untuk pendidikan. Kedua biaya untuk kepentingan tersebut tentunya mendesak dan harus segera dipenuhi. Akan tetapi, tahukah anda jika kita mendownload salah satu aplikasi fintech tersebut entah dari Playstore maupun lainnya, kita harus memasukkan data-data pribadi dahulu sebelum dapat mengajukan pinjaman seperti nama lengkap, alamat, data pekerjaan, nomor telepon lain yang dapat dihubungi, mengunggah informasi sensitif yaitu scan KTP, swafoto sambil memegang KTP, serta memberikan nomor ponsel untuk verifikasi dan nomor WhatsApp. Namun, tahukah anda? Data-data yang kita masukkan selain untuk membantu proses penagihan juga digunakan para perusahaan fintech yang bersangkutan untuk memberikan berbagai penawaran pinjaman.

Misalnya, saya pernah mendapatkan tawaran SMS yang berisikan link untuk mengunduh aplikasi pinjaman online, saya tahu itu adalah pinjol ilegal karena saya sudah cek dan tidak terdaftar di OJK. Selain itu pinjol yang legal jarang memberikan penawaran melalui SMS dari nomor lokal dan bukan nomor resmi, sehingga saya mencoba untuk mengajukan pinjaman dan berniat untuk tidak membayarnya kembali karena saya pernah dengar, aplikasi pinjol ilegal harus dihentikan penyebarannya dengan tidak perlu membayar kembali kepada mereka seperti kata Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, dan saya pun sebagai masyarakat yang mendengar penyataan tersebut merasa sangat diuntungkan. Akan tetapi, saya juga mendengar bahwa aplikasi pinjol ilegal sering menagih nasabahnya dengan cara yang tidak terhormat, seperti meneror seluruh no. kontak di ponsel pengguna dan membuat grup WA dengan menambahkan kerabat dekat serta membagikan foto-foto pribadi, dsb. Maka dari itu, sebelum mengunduh saya harus backup daftar kontak lalu menghapus semua kontak saya agar setelah memasang nanti, aplikasi tidak dapat melihat atau menemukan daftar kontak di dalam ponsel. Akhirnya setelah saya mengunduh, saya buka aplikasi dan memasukkan no. saya yang aktif untuk mendapatkan kode verifikasi. Dan setelah itu saya mencoba untuk memberikan informasi seperti biasanya ketika ingin meminjam. Dan setelah mengisi lengkap dan mengklik tombol ajukan dan menunggu sekitar kurang dari 1 jam, ternyata saya mendapat notifikasi bahwa pengajuan saya ditolak. Saya pun menyesal telah membuang waktu dan memberikan banyak data pribadi saya dan saya mencoba untuk menghapus akun saya tetapi ternyata tidak tersedia fitur penghapusan akun hanya tombol logout dan ubah data. Akhirnya saya memutuskan untuk mengubah isi kolom data-data saya seperti nama, alamat, no. lain yang bisa dihubungi, dsb. serta mengganti foto KTP dengan foto blank lalu saya update data. Setelah itu, saya pun log out dan mencopot aplikasi tersebut dari ponsel saya dan mengembalikan daftar kontak saya yang sudah di backup. Saya pun mencoba berulangkali metode seperti itu di sekitar 2 aplikasi pinjol ilegal lainnya tetapi entah kenapa selalu saja ditolak. Kemudian, besoknya saya selalu mendapatkan kiriman SMS yang berisi tawaran pinjaman online sebanyak 3 kali setiap hari! Dan tidak hanya itu, saya pun sering ditelepon dengan no. telepon Jakarta (yang berawalan 021) yang berisi tawaran serupa lalu mengikuti SMS yang berisi link setelah panggilan usai. Kemudian di beberapa kiriman SMS, mereka selalu mencantumkan nama saya di awalan kalimat. Saya sangat yakin, bahwa data-data yang saya masukkan walaupun sudah saya ubah maupun hapus masih tersimpan di dalam sistem mereka dan dijual maupun dibagikan ke banyak pihak yang sama-sama ilegal sehingga saya selalu mendapat tawaran dari fintech-fintech yang berbeda dan beberapa mengetahui nama lengkap saya.

Yang kedua, adalah perangkat lunak komputer. Seperti yang baru saja terjadi di akhir tahun 2019, salah satu perusahaan perangkat lunak keamanan terbesar, yakni Avast terlibat skandal penjualan data browsing konsumennya tanpa persetujuan pengguna yang tidak tanggung-tanggung lamanya, yakni selama 7 tahun sampai akhirnya ketahuan. Data tersebut dijual ke anak perusahaannya, yaitu Jumpshot. Peristiwa ini tentu membuat Avast terkena masalah hukum dan kehilangan kepercayaan konsumen terhadap vendor perangkat lunak keamanan ini.

Dari kedua peristiwa di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi penyalahgunaan terhadap data pengguna yang seharusnya hanya boleh digunakan untuk kepentingan penagihan dan penawaran khusus secara pribadi dan sepihak, akan tetapi malah dijual atau dibagikan kepada lembaga lain yang dimanfaatkan pula untuk penawaran mereka tanpa persetujuan pemilik data pribadi. Tentu hal ini sangat merugikan karena kita khawatir kemanakah data-data kita.

Mengapa kasus pencurian data yang pernah dialami oleh Bukalapak, Tokopedia, dan belakangan Telkomsel tidak disebutkan? Itu karena ada pihak ketiga di luar ketiga perusahaan tersebut yang menyerang sistem mereka, bukan dari mereka sendiri. Seperti Telkomsel misalnya, ada seorang karyawan yang punya akses kepada data pelanggan dimana pelanggan tersebut memiliki pandangan politik yang berbeda dengannya lalu menyalahgunakan data tersebut untuk menerornya. Tentu ini peristiwa yang sangat serius, akan tetapi hal itu dapat diatasi dengan memecat karyawan tersebut dan menggugat ke pengadilan karena melanggar kode etik. Hal ini berbeda tentunya dengan dua kasus yang disebutkan diatas, dimana kejahatan tersebut memang bagian dari PROGRAM PERUSAHAAN mereka sendiri yang melakukannya. Demikian pula dengan Bukalapak dan Tokopedia, mereka tidak pernah punya maksud untuk menjual data-data pengguna mereka, melainkan ada peretas yang membobol keamanan perusahaan mereka.

Lalu, apa pentingnya? Nah, inilah yang saya soroti kenapa Indonesia sangat rentan terhadap hal-hal tersebut karena kesadaran masyarakatnya sendiri pun masih sangat kurang terhadap hal-hal semacam ini. Jika kita menilik negara maju seperti Amerika Serikat, kesadaran akan privasi sangat penting dirasakan oleh banyak elemen masyarakatnya dengan alasan seperti yang dikutip dari SafetyDetectives mengenai kasus Avast: "Pelanggaran privasi semacam ini tentunya mengganggu siapa pun yang meyakini pentingnya hak asasi manusia. Inilah sebabnya mengapa sangat penting bagi pengguna komputer untuk tetap mengetahui masalah ini dan melindungi komputer mereka dengan perangkat lunak antivirus yang dapat dipercaya. Hal ini tidak selalu mudah atau populer dilakukan, namun menghadapi perusahaan besar di saat mereka melanggar hak kita adalah penting." jika seandainya ini terus dibiarkan, maka Avast akan terus melakukan penipuan semacam ini dan perangkat lunak keamanan yang seharusnya menjadi perlindungan malah tidak ada bedanya dengan aplikasi berbahaya.

Kemudian, apa solusinya? Ya, mengingat kita tidak tahu perusahaan mana saja yang terlibat dalam mengumpulkan data pengguna lalu menyalahgunaknnya, kita mungkin tidak bisa menjauh atau mencegah data-data kita dicuri. Akan tetapi, kesadaran akan Privasi yang semakin berkembang dalam masyarakat Indonesia akan membuat para marketer perusahaan berbasis Teknologi Informasi mengubah strategi mereka dalam menawarkan produk mereka terutama dalam hal kebijakan mengumpulkan data-data pengguna sehingga mereka akan takut menyebarkan data-data kita mengingat kita semua sudah sadar akan pentingnya privasi. Kalaupun mereka tetap ada, pastinya karena kesadaran masyarakat yang sudah baik, tentunya kalangan berwenang sudah terlebih dahulu bertindak dan masyarakat bisa menjauhi dan data-data mereka akan tetap aman dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun