Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah Pemerintah Masih Kompromi Pemulangan Eks ISIS?

11 Februari 2020   19:09 Diperbarui: 12 Februari 2020   09:39 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPASCOM / KRISTIANTO PURNOMO

Wacana rencana pemulangan eks ISIS akhirnya tuntas dan kesimpulannya adalah pemerintah tidak akan memulangkan mereka ke tanah air Indonesia. 

Demikian keputusan pemerintah yang disampaikan oleh Menkopolhukam, Mahfud MD, setelah melakukan rapat tertutup dengan Presiden Jokowi di Bogor pada hari ini Selasa  11 Februari 2020.

Dengan judul berita "Pemerintah Tak Akan Pulangkan WNI Eks ISIS ke Indonesia", kompas.com memberitakan ketegasan sikap pemerintahan Joko Widodo untuk memastikan tidak akan mengurus apalagi memulangkan WNI yang diduga teroris lintas batas, utamanya mantan anggota ISIS ke Indonesia.

"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris. Bahkan tidak akan memulangkan FTF (foreign terorist fighter) ke Indonesia," kata Mahfud. Ia mengatakan, keputusan itu diambil lantaran pemerintah khawatir para terduga eks ISIS itu akan menjadi teroris baru di Indonesia.

Walaupun terkesan terlambat keluarnya sikap tegas pemerintah ini tetapi patut diapresiasi mengingat kencangnya opini publik menolak wacana kembali mantan-mantan ISIS ke Indonesia. 

Bagaikan banjir yang deras, berbagai informasi tentang kejahatan dan sadisnya ISIS membantai dan membunuh banyak orang tidak berdosa, terus mengalir melalui berbagai media sosial.

Publik merasa resah dan sangat kuatir kalau eks ISIS ini kembali bagaikan memelihara harimau, singa atau ular cobra yang setiap saat akan memangsa siapa saja dalam negeri ini.

Dari sisi kaca mata politik, dengan gelombang penolakan yang sangat deras dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia, menyebabkan wacana pemulangan eks ISIS ini menjadi tidak seksi sama sekali, dan malah bisa menjadi bumerang bagi yang terus berusaha menggoreng isu ini sebagai komoditi politik untuk mendulang votes dari publik.

Sikap Jokowi yang tidak setuju atau menolak wacana secara pribadi, dan bukan sebagai Presiden RI, menjadi kecemasan publik tentang adanya negosisasi atau tawar menawar demi kepentingan politik sesaat. Apalagi sedang berprosesnya Pemilu serentak pada tahun 2020 ini.

Keragu-raguan pemerintah selama ini menjadi ruang yang sangat besar untuk melihat tentang kemungkinan isu ini mendapatkan feedback politik. Namun, kenyataannya masyarakat menjadi sangat kontra atas wacana ini. 

Secara politik juga, Jokowi akan memenangkan hari publik yang sebagian besar menolak wacana ini. Dan dengan keputusan hari ini, dipastikan, publik menjadi tenang dan mantab dan tentu saja kepanikan dan kekuatiran maupun ketakutan akan dapat dikurangi secara signifikan.

Penjelasan Mahfud MD menjadi sangat jernih, bahwa alasan utama penolakan pemerintah untuk memulangkan eks ISIS  yaitu timbulnya keresahan ditengah masyarakat secara langsung. Dan tentu saja jalan satu-satunya untuk meredakan keresahan itu, menolak wacana pemulangan eks ISIS ini. 

Jumlah sebanyak 689 WNI yang diduga eks ISIS bukan main-main. Jangankan 689 orang, satu atau tiga orang saja bisa menghancurkan negeri ini. 

Lihat saja kasus Bom Bali 1 dan 2, Kasus Bom JW Marriot, dan Bom Surabaya, yang dilakukan hanya segelintir orang tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkan sangat mengerikan.

Namun begitu, pemerintah masih mengembangkan sikap kompromis dengan mantan ISIS ini. Hal itu nampak dari keputusan perkecualiaan untuk anak-anak berusia dibawah 10 tahun, walaupun case by case, seperti diberitakan oleh kompas.com.

Mahfud mengatakan, berdasarkan data dari Central Inteligence Agency (CIA), ada 689 WNI yang sebagian besar terduga eks ISIS dan tersebar di Turki, Suriah, dan beberapa negara lain.  Meski demikian, pemerintah membuka opsi pemulangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang turut dibawa orangtua mereka yang berstatus terduga eks ISIS. "Tapi, kita lihat case by case (untuk pemulangan anak usia di bawah 10 tahun)," ucap Mahfud.

Bagian kompromi ini menjadi sebuah tanda tanya publik. Apakah dengan memulangkan anak-anak mereka yang berumur dibawah 10 tahun memiliki implikasi yang berbahaya ?

YupG, 11 Februari 2o20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun