Nampaknya Gerinda tidak ingin koalisi yang selama ini sudah dibangun dengan usah payah, kendati banyak rintangan dan cobaan, cepat-cepat dibubarkan hingga tuntas semua proses kontestasi politik ini. Persoalan menang atau kalah itu menjadi soal lain lagi dalam peta politik. Sebab, ruang untuk perjuangan politik itu masih terbuka lebar-lebar dalam segala dinamika.
Tentu sangat tidak elok dan elegan apabila koalisi bubar ditengah jalan, dan masing-masing mencari selamat sendiri.
Ini tentu menjadi ujian yang sangat berat bagi Partai Gerinda sebagai tulang punggungnya Koalisi Adil Makmur yang juga sekaligus sebagai partainya Capres 02 yang harus menuntaskan perjuangan ini dengan baik dan bertanggungjawab. Seperti diketahui bahwa Koalisi Adil Makmur ini didukung Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya.
Sementara itu, opini publik yang sangat kuat menerjemahkan semua gerak-gerak dari Partai Demokrat, terutama AHY sebagai kepercayaan SBY dalam Demokrat yang memiliki interaksi yang signifikan dengan kubu Capres 01 Jokowido dengan PDIP sebagai gerbong Parpol utamanya.
Mungkinkah PD akan meninggalkan Koalisinya di dalam kubu Capres 02? Betulkah Demokrat akan bergabung dengan koalisi yang dikenal sebagai Koalisi Kabinet Kerja dari Capres 01 Jokowi-Ma'aruf Amin? Betulkah ada niat dari AHY untuk menjadi salah seorang Menteri dalam Kabinet Jokowi-Ma'aruf Amin untuk periode 2019-2024?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi isu sangat hangat ditengah-tengah publik. Tidak bisa dihindari berbagai opini muncul dalam konstelasi Indonesia membangun masa depan yang lebih baik dan lebih maju.
Berbicara tentang koalasi, berarti  berbicara tentang pilihan strategi dalam mengikuti kontestasi politik. Dan ini tentu sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Karena pilihan itu selalu tersedia bagi semua Parpol yang memenuhi kriteria sebagai peserta Pemilu. Bisa saja juga tidak ikut dalam sebuah koalisi dan berdiri sendiri sebagai sebuah entitas Parpol.
Dipastikan dan diyakini semuanya dirangkai dan dijalani dan juga dimaintence dalam perspektif politik, yaitu kepentingan masing-masing partai dalam konstelasi kepentingan berbangsa dan bernegara. Jadi, sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi dalam sebuah koalisi politik diikat dan diearatkan oleh keyakinan pencapaian kepentingan masing-masing sebagai indikatir kekuatan yang akan muncul.
Pengalaman mengajarkan publik juga bahwa dalam politik tidak ada koalisi yang langgeng damai sejahtera. Karena ukurannya adalah kepentingan si partai. Kalau merasa kepentingannya baik jangka pendek maupun jangka panjang terpenuhi maka dia akan tetap berda dalam koalisi itu. Sebaliknya kalau merasa dan keyakinannya tidak lagi terpenuhi kepentingannya maka koalisi akan ditinggalkan.
Lima tahun yang lalu, ketika Pemilu juga koalisi terbagi menjadi KMP atau Koalisi Merah Putih dan KIH atau Koalisi Indonesia Hebat dengan konstelasi yang menarik sekali. Kendati KIH memenangkan Pilpres dengan terpilihnya Jokowi sebagai RI 1 dan Jusuf Kalla sebagai RI 2, tetapi di senayan wilayah Legislatif dikuasai oleh KMP dengan hirup pikuk yang luar biasa.
Dan dalam perjalanan waktu, pelan-pelan koalisi yang dibangunpun berubah dengan beberapa Partai Politik hijrah ke koalisi lainnya. Dan peta politik di senanyanpun berubah dengan sangat signifikan.