Mohon tunggu...
Yunita Devika Damayanti
Yunita Devika Damayanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Football, Music, Books, Foods.

Pelajar paruh waktu yang mencintai sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Renaissance Sepak Bola Italia

17 Agustus 2021   19:53 Diperbarui: 17 Agustus 2021   19:57 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram @azzuri

Semarak Olimpiade Tokyo sempat menemani hari-hari pecinta olahraga di seluruh dunia. Meskipun diadakan ditengah situasi yang belum pulih seratus persen dari pandemi, namun antusias semua kalangan tetap tidak surut, sama seperti gelaran Euro. Saat ini, setelah olimpiade berakhir gantian satu persatu liga ternama Eropa sudah memulai kick-off mereka.

Jika kita mau flashback sebentar, ada yang menarik dari Olimpiade Tokyo kemarin, utamanya di cabang olahraga sepak bola. Pasalnya dua finalis Euro 2020 tidak menampakkan diri di olimpiade. Kemanakah gerangan Timnas Tiga Singa dan Gli Azzuri?

Bukan tanpa alasan kawan-kawan mengapa kita tidak menjumpai timnas Inggris dan Italia di olimpiade, hal itu disebabkan oleh peraturan olimpiade dimana setiap negara hanya boleh mengirimkan timnas muda mereka. Memang sih jika kita lihat ada banyak deretan pemain muda yang masuk dalam daftar kedua timnas tersebut di Euro kemarin. 

Namun mereka tetap tidak mendapatkan kesempatan bermain di olimpiade karena sebelumnya gagal menembus semifinal Euro U-21 pada tahun 2019 silam. Dimana syarat utama selain mengikutkan pemain muda adalah minimal harus tembus menjadi peserta semifinal Euro U-21 untuk zona Eropa. Sebenarnya boleh memakai pemain senior, tapi dibatasi maksimal hanya 3 pemain saja, seperti contohnya ada Marco Asensio, Eric Bailly juga Dani Alves.

Tapi agaknya absennya timnas Italia di olimpiade tidak mengurangi eksistensi dan nama besar mereka, baik itu level timnasnya maupun liga sepak bola mereka sendiri. Antara timnas dan liga, Negeri Pizza tersebut sama-sama mengalami sebuah renaisans.

Renaisans (Renaissance) atau Abad Pembaharuan adalah kurun waktu abad ke-15 sampai abad ke-16 di dalam sejarah Eropa yang merupakan masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman modern. Renaisans bermula seusai Krisis Akhir Abad Pertengahan, dan berkaitan dengan perubahan sosial besar-besaran. (Wikipedia)

Itu artinya, dalam dunia sepak bola Italia juga tak luput mengalami fase yang disebut dengan renaisans. Dimana jika kita berkaca pada masa lampau, banyak sekali kejadian yang mengiringi langkah sepak bola Italia sebelum bisa sampai sekarang.

Awal kemunduran sepak bola Italia usai mereka memenangkan juara Piala Dunia 2006. Di perwakilan klub liga mereka memang masih cukup lumayan usai AC Milan menyabet gelar juara Eropa pada tahun 2007, namun untuk level timnas sayangnya Italia harus bertekuk lutut dengan kekalahan adu pinalti menghadapi Spanyol. Dimana seharusnya saat itu Italia lebih diunggulkan karena status mereka sebagai juara bertahan Piala Dunia.

Kebuntuan demi kebuntuan terus membayangi masa kelam sepak bola Italia. Putaran Piala Dunia Afrika Selatan tahun 2010 kembali memakan korban, yaitu terjadinya kutukan juara bertahan yang terdepak dari fase grup. Sebuah sejarah berulang pada Italia yang pada 2006 sukses mengalahkan Prancis di babak final, secara mengejutkan hanya mampu bermain imbang saat melawan Paraguay dan Selandia Baru, serta kalah dari Slovakia. Dimana ketiga timnas tersebut merupakan tim kuda hitam yang jauh dari kata unggulan.

Peluang untuk mengembalikan kejayaan kembali diperjuangkan oleh pasukan Gli Azzuri, tepatnya pada Euro 2012. Status juara bertahan Piala Dunia memang sudah berpindah tangan ke rival mereka di laga final, yakni Spanyol. Namun nama besar dan rentetan pencapaian Italia di masa lalu baik di timnas maupun liga, pasti masih menjadi pertimbangan serius untuk tidak meremehkan Gianluigi Buffon dan kawan-kawan. 

Nyatanya semangat juang layaknya gladiator yang dikeluarkan timnas Italia tidak cukup untuk meredam kedigdayaan skuad Spanyol yang berisi kolaborasi pemain Real Madrid dan Barcelona yang sedang berada di puncak karir. Italia kembali menunda selebrasi kemenangan mereka di ajang internasional.

Makin tenggelam lagi saat Italia kembali gagal di gelaran Piala Dunia 2014. Italia menempati posisi ketiga di fase grup, dibawah Uruguay dan Kosta Rika. Kabar yang berseliweran saat itu adalah sang juru taktik yang terlalu fokus pada strategi lawan alih-alih mengeluarkan potensi terbaik pemain yang dia miliki.

Kehadiran sosok legendaris di sepak bola Italia, Antonio Conte, membawa dampak yang cukup signifikan. Gebrakan yang dia lakukan pada kompetisi Euro 2016 cukup membawa Gli Azzuri sampai ke perempat final, sebelum akhirnya kembali takluk oleh adu pinalti melawan musuh bebuyutan, Jerman.

Dua tahun berselang, kenyataan menyakitkan kembali dialami oleh pendukung Italia, pasalnya timnas kebanggaan mereka gagal bermain di Russia untuk gelaran Piala Dunia 2018. Italia diwajibkan bermain pada laga play-off di kualifikasi Piala Dunia 2018 karena finis kedua di bawah Spanyol di fase grup. 

Di babak play-off, Italia ditaklukkan Swedia dengan skor 0-1 secara agregat dan dipastikan gagal ke putaran final Piala Dunia 2018. Momen tersebut bisa disebut sebagai fase terkelam bagi fans Italia di abad modern. Ditambah sejak terakhir Inter Milan juara Liga Champions, tidak ada satupun wakil klub Italia yang mengangkat trofi si kuping besar, bahkan sampai tulisan ini diterbitkan.

Pergantian pelatih dari Ventura ke Mancini agaknya adalah keputusan yang tepat. Tangan dingin Mancini sukses mengantarkan Italia menjadi juara Euro 2020 tanpa sekalipun mengalami kekalahan sepanjang kompetisi berjalan. Sebelumnya di kompetisi liga, sepak bola Italia juga kembali memberikan kejutan warna baru dengan runtuhnya dominasi Juventus di Serie-A. Inter Milan hadir memberikan kejutan mengakhiri kompetisi di pucuk klasemen. 

Seperti yang kita ketahui, bahwa liga Italia kerap kali menerima hujatan dan label liga membosankan hanya karena juaranya tim itu-itu saja.

Dua hal baru diatas setidaknya bisa menjadi awal renaisans bagi sepak bola Italia. Kemajuan untuk membuat sepak bola Negeri Pizza kembali disegani seperti periode '90an. Basis penggemar militan sudah mereka miliki, tinggal pengelolaan liga saja untuk membuat branding dan pencapaian maksimal di kompetisi klub level Eropa. 

Saat ini Serie-A belum memulai kick-off seperti Premier League dan La Liga, waktu yang tepat untuk setiap klub mempersiapkan amunisi mereka sebelum melenggang ke Eropa, selagi bursa transfer juga belum ditutup. Jangan sampai kegemilangan yang mereka capai di musim panas tahun ini harus menguap dan menjadi one season wonder.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun