Tema ini mungkin sudah banyak yang mengerti: Manajemen Mikro. Sepertinya pernah dibahas di Kompas hari Sabtu kira kira bulan Desember 2024 lalu, seingat saya Kompas klasika. Dua pemimpin yang relevan melakukan adalah pak Jokowi dan bu Risma (mantan Walikota Surabaya dan Menteri Sosial 2021-2024). Bisa jadi ada pemimpin yang lain, misalnya koh Ahok.
Intinya manajerial atau kepemimpinan ala manajemen mikro ini adalah gaya pemimpin yang memperhatikan detail-detail kecil dalam operasional organisasi.
Pak Jokowi pernah di-shoot oleh youtuber sedang turun sendiri melihat gorong gorong di Jakarta, ketika beliau menjadi gubernur. Bu Risma pernah menggantikan polisi jalanan di Surabaya untuk mengatur lalu lintas. Pernah saat kami ada kegiatan di Asmat, pesawat transit di Timika, saat itu bu Risma -selaku Menteri Sosial- bercerita sesuatu hal yang menarik. Beliau di hadapan 30 orang menyatakan kalau mampu mengoperasikan bego (merk caterpillar) ketika Kota Surabaya menguruk pantai agar tidak banjir. Kata beliau, saat itu jam 12 (siang) sehingga pekerja pada istirahat, sementara banjir bisa jadi akan datang seketika, maka bu Risma menggantikan "sopir" bego tersebut.
Kalau pak Ahok terlihat detail saat berusaha menyelesaikan berbagai persoalan warga -sewaktu beliau menjadi Gubernur DKI menerima keluhan warganya di Balai Kota.
Bagus kan pemimpin detail tersebut? Mereka berusaha memastikan kegiatan agar tetap berlangsung. Juga memonitor apakah kerjaan bawahan tepat sesuai rencana. Selain itu kepemimpinan manajemen mikro membuat pemimpin mengambil keputusan yang cepat dan tepat dalam menghadapi situasi yang tidak terduga. Tujuan dari manajemen mikro adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas dalam suatu organisasi.
Namun nobody perfect. Beberapa karyawan bisa jadi merasa sangat tertekan waktu bekerja di bawah pemimpin yang detail. Analoginya seperti karyawan yang terus-menerus mengawasi secara ketat. Menurut penelitian Hogan Assessment System, 48 persen sampel pekerja menggambarkan pemimpinnya terlalu terfokus pada detail dan mengontrol setiap aspek pekerjaan. Fenomena ini disebut manajemen mikro.
Manajemen mikro pasti awalnya dilakukan dengan sebuah niat baik. Seorang pemimpin yang ingin menghindari kesalahan kecil yang dibuat bawahannya. Supaya kesalahan tersebut tidak  menjadi fatal. As a leader, wujud pemimpin biasanya ingin tim memahami standar kerja yang tinggi. Mereka bisa jadi mengambil alih pekerjaan di tengah proses, memindahkan penugasan kepada orang lain, atau melakukan intervensi secara berlebihan.
Mengapa pemimpin melakukan manajemen mikro? Carey Nieuwhof, pakar kepemimpinan, menjelaskan, "Kontrol sering kali menjadi pengganti kurangnya strategi atau keselarasan yang jelas." Dengan kata lain, ketika seorang pemimpin tidak memiliki visi yang jelas, mereka mencoba menggantikannya dengan kontrol berlebihan. Banyak situasi manajemen mikro lahir dari rasa khawatir akan kegagalan, baik karena pengalaman masa lalu maupun kekhawatiran akan ketidakpastian pada masa mendatang.
Julia DiGangi, seorang ahli neuroenergetika, menyebutkan bahwa manajemen mikro berasal dari ketidakpercayaan pada orang lain maupun pada diri sendiri. Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya mereka yang dapat melakukan pekerjaan dengan benar. Micromanaging adalah demonstrasi keyakinan bahwa kita lebih baik daripada tim kita dalam pekerjaan mereka," kata Alex Hormozi. Perasaan ini diperparah oleh dorongan untuk mencapai kesempurnaan sehingga pemimpin tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai tim, alih-alih memberikan penghargaan kepada tim. Dampak negatif manajemen mikro Manajemen mikro tidak hanya melelahkan bagi pemimpin dan anggota tim, tetapi juga merusak organisasi. Bayangkan, seorang pemahat yang terus-menerus memperbaiki detail kecil sehingga karyanya tidak pernah selesai.
Selain itu, keputusan sekecil apa pun harus melewati pemimpin dan memperlambat alur kerja serta menyebabkan frustrasi di antara anggota tim. Ketika upaya mereka selalu diintervensi dan keputusan dipertanyakan terus, karyawan cenderung menjadi pasif dan hanya menunggu arahan, yang pada akhirnya mengurangi inisiatif dan produktivitas. Hubungan antarpemimpin yang melakukan manajemen mikro pun sangat unik. Pemimpin kerap berada di tengah-tengah proses kerja, tetapi tidak membentuk pendewasaan bawahan. Ketika bawahan merasa terus-menerus diawasi, mereka merasa dianggap kurang kompeten dan kehilangan motivasi dan kepercayaan diri.
Steve Jobs pernah mengatakan, "Tidak masuk akal untuk mempekerjakan orang pintar dan memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Kami mempekerjakan orang pintar sehingga mereka dapat memberi tahu kami apa yang harus dilakukan."