Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengurai Rasa (Bagian Terakhir)

14 Mei 2020   08:37 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:41 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harrisvotefrankharris.com

Kuburan Suaminya penuh bertabur kelopak-kelopak mawar  dan wangi kenanga. Kepergiannya sangat  mendadak  bagi Sinta. Sekian lama bersamanya tak pernah tahu kalau Eko mengidap kelainan jantung. Kemungkinan besar Eko sengaja menyembunyikan darinya agar tak membuatnya khawatir .  

Ketika dia minta ijin untuk bekerja di Amerika, awalnya Eko keberatan kemudian mengijinkan setelah Sinta memberikan beberapa alasan yang masuk akal. Sinta ingin meningkatkan kehidupan perekonomian keluarga. Jika sudah cukup mendapatkan uang di negeri orang, dia akan pulang untuk memulai usaha. Janjinya itu ternyata belum bisa dipenuhi hingga Eko meninggalkannya untuk selamanya.

 Sinta menyusut air matanya sambil menyentuh permukaan tanah makam Suaminya. Tak lagi bisa dihirupnya wangi cendana dari tubuh lelaki yang sangat mencintainya itu. Hatinya perih oleh luka yang diciptakan sendiri. Tidak seharusnya dia mengkhianati kesetiaan Eko. Dalam hati dia membisikkan permintaan maaf  atas kelemahannya sebagai manusia. Wajah Dennis berkelebatan hadir dalam senyum dan tangis yang menguraikan berbagai rasa. Melihatnya sebagai lelaki tempatnya mereguk rasa terdalam. Mengubahnya menjadi sosok yang setia dalam keletihannya mengendalikan rindu yang menggebu pada pasangan hidupnya.

Tak ingin berlama-lama larut dalam dukanya, Sinta mengajak Dina meninggalkan peristirahatan terakhir lelaki utama dalam hidupnya. Dina nampak enggan beranjak dari sana. 

Matanya masih sembab dengan sisa tangis sepanjang tiga hari yang tak tuntas menumpahkan kesedihannya . Tangannya mengusap  nisan bertuliskan nama Ayahnya. Pelan-pelan dia menempelkan sisi wajahnya ke nisan itu sambil membisikkan sesuatu. Sinta memandangnya tanpa bicara sedikit pun. 

Keheningan di lokasi pemakaman itu seperti mengaliri tubuhnya. Meninggalkan gema sunyi yang tak bertepi. Begitu kosong dan hampa ketika ruang-ruangnya ditinggalkan tak berpenghuni. Dia ragu apakah akan ada tempat yang bisa dihuni seseorang yang lain. Seandainya Dennis yang menempatinya apakah dia dan Dina akan siap menerimanya?  Untuk lebih dari sekedar pelipur  sepi di kegersangan jiwanya  kala itu apakah Sinta akan bisa hidup berdampingan dengannya di sisa hidupnya.

"Kita pulang Din!" ajaknya  seraya meraih tangan Dina dari batu nisan.

Tak ada kalimat terucap dari keduanya sepanjang perjalanan ke rumah. Terbawa oleh perasaan dan kenangan selama hidup bersama lelaki bersahaja bernama Eko  Suprianto. Langkah-langkah kaki keduanya lemah namun terpaksa harus tetap melangkah.

"Apakah kamu akan kembali ke Amerika?"  Atika  mulai khawatir .

"Ya, aku harus kembali," jawabnya dengan penuh keyakinan.

"Bagaimana dengan Dina?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun