Puisi berjudul "Sebuah Jaket Berlumur Darah" yang ditulis oleh Taufiq Ismail menampilkan makna simbolis yang dalam, mencerminkan usaha, pengorbanan, dan keberanian yang sering kali tidak diungkapkan secara lugas. Jaket yang ternoda darah tidak hanya dianggap sebagai pakaian; ia melambangkan rasa sakit, keberanian, dan harga yang harus dibayar oleh individu untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Berikut cuplikan puisi tersebut:
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahuntahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunanbangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemanamana
Melalui kendaraan yang melintas
Abangabang beca, kulikuli pelabuhan
Teriakanteriakan di atas bis kota, pawaipawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN!
Taufiq Ismail mengungkapkan ide dengan kata-kata yang jelas tetapi penuh dengan intensitas emosional. Jaket yang terkena noda darah berfungsi sebagai lambang pengorbanan dan keberanian, sedangkan sungai, senjata, dan bendera yang setengah berkibar menambah kedalaman rasa perjuangan sosial-politik. Puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan konflik antara kebebasan dan penindasan, serta memberikan gambaran pengalaman kolektif dari masyarakat yang berjuang untuk keadilan.
Selain dari simbol yang digunakan, puisi ini juga menyoroti tanggung jawab moral dan keberanian bersama. Cerita yang melibatkan orang-orang---dari pengemudi becak sampai demonstrasi yang megah---menggambarkan bahwa perjuangan itu bukan hanya milik perorangan, melainkan juga bagian dari masyarakat yang lebih besar. Taufiq Ismail menekankan bahwa pengorbanan tidak lah sia-sia; pesan moralnya sangat jelas: perjuangan harus dilanjutkan, meskipun harus menghadapi risiko dan luka.
Secara keseluruhan, "Sebuah Jaket Berlumur Darah" adalah karya yang indah sekaligus kritis. Taufiq Ismail berhasil menggabungkan simbol, bahasa yang ekspresif, dan refleksi sosial dalam satu puisi yang menarik. Untuk pembaca saat ini, puisi ini tetap relevan sebagai pengingat akan keberanian moral, pengorbanan, dan perhatian terhadap keadilan.