Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Indonesia Diet Kantong Plastik, Bagaimana dengan Bungkus Plastik Makanan atau Minuman?

22 Februari 2016   23:49 Diperbarui: 22 Februari 2016   23:58 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dukung gerakan positif Indonesia Diet Kantong Plastik (www.dietkantongplastik.info)"][/caption]Kantong plastik bukan merupakan suatu barang mewah, bahkan kita tidak perlu mengeluarkan uang serupiah pun untuk mendapatkan sebuah kantong plastik, dengan kata lain barang ini bisa didapatkan secara cuma-cuma alias gratis. Kantong plastik juga tidak banyak mempunyai manfaat, biasanya hanya untuk wadah barang belanjaan agar mudah dibawa, dan itu pun hanya sekali pakai lalu dibuang.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan penghasil sampah kantong plastik terbanyak kedua setelah Tiongkok. Menurut data Walhi (Wahana Lingkungan Hidup), Tiongkok menghasilkan 8,8 juta ton sampah plastik yang mencemari lautan di dunia, sedangkan Indonesia menghasilkan 3,2 juta ton sampah plastik.

Bukan hanya pencemaran air laut, tanah dan udara pun juga bisa tercemar akibat proses pembuatan maupun sampah plastik. Untuk memproduksi satu ton plastik dibutuhkan 11 barel minyak mentah dan jutaan pohon sebagai bahan baku, yang artinya pencemaran udara akibat proses produksi plastik tidak bisa dicegah karena pohon sebagai penyaring udara sudah habis karena ditebang. Juga dengan tanah, karena sampah plastik secara alami baru bisa terurai setelah 500 hingga 1000 tahun.

Selain pencemaran lingkungan, sampah plastik juga bisa menyebabkan bencana alam. Misalnya di Jakarta yang dalam sehari bisa menghasilkan 6000 ton sampah dan setengah di antaranya adalah sampah plastik, bayangkan jika sekitar 1 ton sampah di buang sembarangan sehingga menyumbat aliran air sungai sehingga menyebabkan banjir yang sering terjadi di ibukota.

Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan menggunakan plastik dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Banyak dari mereka yang belum sadar bahaya yang ditimbulkan oleh plastik, terbukti dengan masih banyaknya sampah plastik yang dihasilkan. Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk lebih banyak dari Indonesia, mampu mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan oleh masyarakat. Di negara lain seperti Swedia, Swiss, dan Filipina masyarakatnya sudah sadar dan mulai mengurangi penggunaan kantong plastik dan gencar melakukan gerakan anti kantong plastik.

Pada tahun 2010, sebuah gerakan “Indonesia Diet Kantong Plastik” dikampanyekan oleh kelompok Greeneration dan komunitas lingkungan hidup lainnya. Inilah awal dari kesadaran masyarakat Indonesia terhadap bahaya plastik dan berkomitmen untuk mengurangi penggunaannya. Tujuan awal dari gerakan ini sebenarnya adalah untuk menyadarkan masyarakat lain mengenai bahaya plastik dan pada perkembangannya memiliki target lain yaitu mendorong pemerintah untuk membuat suatu kebijakan atau peraturan dalam upaya pengurangan penggunaan plastik.

Kampanye ini terbukti efektif dalam mengurangi penggunaan kantong plastik. Sepanjang tahun 2011 s.d. 2012 dalam percobaannya di 6 kota besar di Indonesia, gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik berhasil mengurangi 8 juta lembar kantong plastik. Pada tahun 2013 dukungan terhadap gerakan ini semakin banyak, terbukti dengan bersatunya kelompok atau organisasi lingkungan dalam menggalakkan kampanye Indonesia Diet Kantong Plastik yang telah dilakukan di berbagai kota besar seperti Tangerang, Jakarta, Bekasi, Bogor, Bandung, Surabaya, hingga Makassar.

Dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari 2016 kemarin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan peraturan kantong plastik berbayar sebagai tanggapan atas gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Dalam peraturan tersebut, nantinya setiap belanja di ritel modern seperti minimarket atau supermarket, sesuai kesepakatan pengusaha ritel, pembeli dikenakan biaya tambahan Rp 200 per kantong plastik yang diterima.

Terjadi pro kontra di masyarakat akibat terlalu kecilnya biaya yang dikenakan kepada pembeli. Masyarakat yang sadar akan bahaya kantong plastik menganggap biaya tersebut terlalu kecil dan tidak memiliki dampak yang cukup signifikan dalam menekan penggunaan kantong plastik. Sebagian pembeli tidak terlalu peduli dengan biaya tambahan tersebut, 200 rupiah bukan apa-apa jika dibanding dengan total belanjaan di atas 100 ribu rupiah.

Menurut saya pribadi, biaya tambahan yang dikenakan memang terlalu murah. Sejatinya peraturan yang dibuat harus bisa menimbulkan efek jera dalam hal ini kepada pembeli agar membawa tas sendiri dari rumah dan tidak memakai kantong plastik sebagai tempat barang belanjaan. Biaya tambahan yang ideal dalam masa sosialisasi peraturan harus disesuaikan terhadap total biaya belanja, misalnya biaya tambahan untuk setiap kantong plastik sebesar 5% dari total biaya belanja. Hal ini cukup adil dan cukup memberi efek jera bagi pembeli “nakal”. Sebagai contoh, pembeli dengan total biaya belanja 500 ribu, akan dikenakan biaya tambahan sebesar 25 ribu per kantong plastik. Bisa dibayangkan jika perlu 4 kantong plastik, maka uang 100 ribu pun akan melayang hanya untuk membeli kantong plastik tersebut.

Jika penggunaan kantong plastik sudah berkurang, lalu bagaimana dengan produk makanan atau minuman yang menggunakan bungkus plastik, bukankah sama-sama berbahaya? Tugas selanjutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah membuat peraturan tentang penggunaan bungkus plastik pada produk makanan, minuman dan barang produksi lainnya. Karena bahaya plastik bukan hanya disebabkan oleh kelompok kantong plastik dan kawan-kawannya, melainkan juga semua barang yang menggunakan bahan baku plastik yang notabene sekali pakai atau cepat rusak dan akhirnya dibuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun