Mohon tunggu...
Sam
Sam Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Padi tumbuh tak berisik. -Tan Malaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"The Kingdom of Butterflies"

21 November 2018   21:11 Diperbarui: 21 November 2018   21:14 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Nasional Bantimurung. (Foto: cabinbag.wordpress.com)

Mega merah tersamar di sela rerimbun pohon. Sebentar lagi sinar matahari hilang, aku masih mencoba menenangkan rombongan agar tidak panik. Aku banyak belajar teori mengenai kepecintaalaman, ilmu medan, topografi, SAR, dan semua yang menunjang pekerjaan dari hobiku ini. Katanya, panik akan memperburuk situasi karena keputusan diambil melalui proses berpikir instan.

Kanaya sejak tadi menarik baju Anggi, bingung. Kevin yang masih kecil gelisah lalu menangis melihat orang sekitarnya. Orang tua Kevin makin bingung. Kepanikan semakin menjadi setelah terdengar bunyi peluit tiap 10 detik. Pikirku, itu pasti orang yang tersesat dan perlu pertolongan. Terlepas dari apakah itu Fred yang sejak 20 menit yang lalu pamit untuk buang air di tengah hutan dan sampai sekarang belum balik, atau bukan, yang pasti kita harus menolong orang itu.

Aku segera mengajak Her yang dari tadi meratapi keadaan busnya. Dengan berbekal senter HP, aku dan Her segera masuk hutan, mengikuti bunyi peluit itu, dengan mengikatkan tali rafia sebagai petunjuk jalan kembali ke rombongan.

Aku dan Her mencoba berteriak, mengharap peniup peluit mendengar kita. Hari mulai gelap, dari kejauhan terlihat cahaya senter menyala di tempat suara peluit itu. Aku dan Her segera ke sana. Untung saja tadi aku mengajak Her yang baterai ponselnya masih memungkinkan untuk menyalakan senter.

Akhirnya kita menemukan Fred setelah berjalan sekitar 800 meter. Pantas saja dia meniup peluit, kompasnya mati sehingga dia salah jalan ketika akan kembali. Kita bertiga berjalan bersama menuju rombongan dengan mengikuti jejak tali rafia yang tadi dipasang Her. Tak terasa, jam yang ku kenakan menunjukkan pukul 18.20 WITA. Akhirnya kita sampai di rombongan dengan Kanaya yang sudah tidak lagi bersama mereka.

Aku langsung menanyakan keberadaan Kanaya kepada Anggi. Untung saja, tepat sesuai rencanaku, Kanaya ikut dengan penjaga hutan ke Pondok. Kanaya sedari tadi terlihat panik dan terus menyalakan cahaya ponsel karena takut gelap. Sebagai pemandu, aku kemudian berinisiatif mengajak rombongan untuk duduk melingkar dan berdoa sampai penjaga hutan datang kembali dengan motornya untuk menjemput salah satu dari kita.

7 menit kemudian, penjaga hutan datang dan mengeluh bahan bakar motornya terbatas dan akan habis. Her langsung membuka box peralatan untuk mengambilkan bahan bakar dari dalam tangki mobil minibus. Di sini, penjaga hutan memang jarang menggunakan motornya, jadi mungkin dia lupa tidak memperhatikan stok bahan bakar motornya. Selesai mengisi bahan bakar, Anggi dibonceng penjaga hutan untuk menyusul Kanaya menuju Pondok.

Aku, Her, Fred, dan keluarga kecil itu mulai terasa lapar. Roti yang ada di tas ku berikan pada Kevin. Anak itu masih kecil, jangan sampai dia merasa kapok dalam situasi ini sehingga jiwa berpetualangnya hilang, sayang sekali. Fred memunguti kayu kering di sekitar jalan, lalu membuat api unggun. Selain sebagai cahaya, api ini bisa menghangatkan dan mengusir binatang buas. Jenius Fred, pengalaman memang memberi segalanya. Aku yang masih amatir ini harus banyak belajar dari Fred.

Di tengah obrolan itu kita berdiskusi. Awalnya aku ingin memulangkan Fred ke Kota bersama keluarga Kevin menggunakan mobil sedan rekanku. Fred ku anggap tamu spesial. Aku tidak mau dia menilai jelek reputasi wisata di Indonesia hanya gegara situasi ini, gegara kelalaianku. Setelah kita bicarakan, Fred menolak, dia menyarankan agar Her saja yang pergi ke kota untuk mencari bengkel dan kembali esok pagi memperbaiki mini busnya. Her setuju.

Samar-samar terdengar suara motor penjaga hutan semakin mendekat. Fred mulai mengemas barangnya untuk dibawa ke Pondok. Penjaga hutan datang dengan membawa ubi bakar dan teko berisi teh panas. Puji Tuhan, Alhamdulillah, aku sangat berterima kasih telah banyak dibantu dan mendapat pelajaran hari ini. Fred tidak terburu-buru pulang, dia penasaran dengan rasa ubi bakar yang terakhir kali dimakannya 9 tahun lalu saat berkunjung ke Kupang. Tidak berselang lama mereka berangkat menuju Pondok.

Tinggal kita berlima. Aku, Her, dan keluarga kecil. Kita menunggu mobil sedan dari kota yang menurut perkiraanku akan tiba 1 jam lagi, pukul 20.00 WITA. Keluarga kecil itu ternyata memang suka berpetualang. Dari cerita malam itu, Lukman dan Prita telah ingin sekali mengajak Kevin ke gunung. Lukman memang suka berpetualang, namun tidak pernah hiking karena dilarang oleh orang tuanya. Setelah menikah Lukman sibuk dengan pekerjaannya di salah satu kantor di Jakarta Selatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun