Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jelajah Andong, Mendaki Puncak Berpunuk Sapi

16 Mei 2015   05:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_382522" align="aligncenter" width="300" caption="Puncak Andong dengan latar belakang Merbabu (dok pribadi)"][/caption]

Berbicara tentang gunung yang elok di kawasan Jawa bagian tengah, biasanya orang akan menyebut nama Merapi, Merbabu, Lawu, Sindoro, atau Sumbing. Ada satu puncak yang berada di tengah kepungan para raksasa tadi. Lewat puncaknya yang seperti punuk sapi, Anda dapat menikmati tujuh gunung sekaligus. Inilah Andong, gunung ramah pendaki dengan ketinggian 1726 meter dari permukaan laut (mdpl). Andong memang tak setinggi gunung lain di kawasan Jawa Tengah yang rata-rata di atas 2000 mdpl. Namun pemandangan yang tersaji lewat puncaknya membuat Andong sangat layak dikunjungi.

Saya bersama lima orang teman bertolak menuju Andong dari Sleman, Yogyakarta. Waktu tempuh perjalanan menggunakan sepeda motor hingga tiba di basecamp pendakian sekitar 1,5-2 jam. Selama perjalanan, saya melewati Muntilan, Magelang, kemudian mengambil jalur ke arah Kopeng. Tujuannya adalah kecamatan Ngablak, lokasi di mana Andong berada. Secara administratif, gunung Andong terletak di desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Magelang. Bagi Anda yang baru pertama kali ke Magelang, jangan khawatir karena banyak petunjuk jalan menuju Andong. Jika masih ragu, Anda bisa bertanya pada warga setempat yang akan mengarahkan dengan sangat ramah.

Kami tiba di basecamp jalur pendakian Gili Cino pada pukul 21.00. Udara dingin pegunungan semakin menjadi karena hujan baru saja reda. Mengapa kami memilih pendakian di malam hari? Karena malam itu, 3 Mei, bulan sedang purnama. Syukurlah hujan telah reda, sehingga pendakian makin sempurna ditemani purnama. Kesempurnaan malam itu dilengkapi oleh sepinya rombongan pendaki, yang artinya puncak tidak akan penuh sesak oleh tenda. Kami memang memilih naik pada Minggu malam, saat di mana pendaki sudah banyak yang pulang. Puncak kepadatan pendaki biasanya terjadi pada Sabtu siang hingga Sabtu malam. Menurut penjaga basecamp, ada hampir 1000 pendaki saat long weekend 1-2 Mei lalu. Bisa dibayangkan bagaimana riuhnya puncak dengan pendaki sebanyak itu. Tak ada bedanya antara gunung dan pasar malam, hehe.

Setelah beristirahat, kami mulai perjalanan pada pukul 22.00. Jika tidak ada hambatan, pendakian bisa ditempuh dalam waktu 1,5-2 jam. Baru menempuh satu kilometer, rombongan berhenti karena ada teman yang mual. Sepertinya dia kebanyakan makan kupat tahu sebelum berangkat tadi, hehe. Kami akhirnya berjalan pelan untuk menemani teman yang satu ini. Setelah melewati pos 1 Gili Cino, ritme pernapasan sudah beradaptasi dengan udara pegunungan. Berjalan beberapa kilometer membuat udara dingin berganti dengan peluh yang mulai membasahi pakaian. Cahaya bulan cukup membantu penglihatan, meskipun senter tetap harus digunakan demi keamanan selama pendakian. Tanah di jalur pendakian telah dipadatkan, sehingga dapat membantu pendaki saat melangkah dan memilih jalan. Beberapa tanah terlihat diratakan untuk memudahkan pendakian, yang saya yakin merupakan hasil kerja keras warga setempat. Terima kasih kepada warga di sekitar Andong.

[caption id="attachment_382535" align="aligncenter" width="300" caption="Jalur awal pendakian yang diselimuti kabut (dok. pribadi)"]

1431074433115565954
1431074433115565954
[/caption]

Sebagian besar jalur menuju puncak Andong melewati hutan pinus. Anda juga dapat melihat kerlap-kerlip lampu kota Magelang di sisi selatan gunung. Inilah keuntungan pendakian di malam hari, selain dapat melihat indahnya purnama. Kekurangannya, gelapnya malam membuat Anda tak leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Tapi tenang saja, kekurangan tersebut akan terbayar ketika turun keesokan harinya. Sekitar satu kilometer menjelang puncak, jalur mulai menyempit dengan jurang menganga di sisi selatan pendaki. Pemandangan di lokasi yang terletak setelah pos 2 ini begitu memanjakan mata. Lampu-lampu kota terlihat tanpa terhalang oleh hutan pinus. Namun pendaki harus tetap hati-hati agar tidak terperosok ke jurang.

Lima ratus meter menjelang puncak, ada sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh pendaki. Kami mengisi jeriken untuk persediaan air di puncak nanti. Tepat tengah malam, kami menjejakkan kaki di puncak Andong. Sesuai harapan, puncak terlihat lengang. Hanya tampak beberapa tenda dengan lampu yang menyala. Kami memilih mendirikan dua tenda di bagian puncak makam. Disebut puncak makam karena di sana terdapat makam tokoh lokal yang disegani. Makam ditempatkan dalam bangunan permanen dengan ukuran sekitar 4x2,5 meter. Tidak ada salahnya juga mendirikan tenda di sana, karena lokasinya memang cukup luas. Setelah tenda berdiri, kami melepas lelah dan menyeduh minuman hangat. Sungguh nikmat yang tak terkatakan. Tengah malam di puncak gunung, ditemani purnama, dan disuguhi minuman hangat bersama sahabat. Menjelang pukul 3, kami baru beristirahat karena gerimis mulai turun.

Akhirnya saat yang paling dinantikan pun tiba. Pukul 5 saya keluar tenda dan disambut oleh kabut tipis yang perlahan turun ke bumi. Setiap hembusan napas menghasilkan uap yang mengepul. Saya berpapasan dengan 3 orang siswa SMA dari Semarang yang merayakan selesainya UN dengan mendaki Andong. Dari puncak makam, saya mendaki sekitar 100 meter menuju tugu lasi, bagian terluas di puncak Andong. Rona jingga tanda terbitnya matahari mulai tampak di balik “punuk sapi” Andong. Merbabu dan merapi masih berbentuk siluet di sisi selatan Andong. Sementara gunung-gunung lain masih tersembunyi di balik awan. Begini saja sudah sangat indah, apalagi setelah nanti matahari meninggi.

[caption id="attachment_382534" align="aligncenter" width="300" caption="Latar belakang Merbabu dan Merapi (dok. pribadi)"]

14310743631240955586
14310743631240955586
[/caption]

Sayangnya, harapan kami mendadak diciutkan oleh angin kencang dan menggiring arakan awan menuju puncak Andong. Hasilnya, kami berada dalam lautan awan dengan jarak pandang terbatas. Bahkan puncak Andong yang tadi begitu dekat, sekarang malah tak kelihatan. Situasi seperti ini pernah saya alami di puncak gunung Prau, Wonosobo. Hujan dan gumpalan awan membuat saya tak dapat menikmati puncak Prau. Saat di Prau, saya menanti di dalam tenda hingga hampir tengah hari, namun awan terlalu berat untuk beranjak. Syukurlah, awan kali ini mengerti kegundahan kami. Lepas setengah jam, angin membawa awan menjauh dan kali ini puncak terlihat jauh lebih indah. Matahari yang semakin tinggi membuat semuanya terlihat lebih jelas. Inilah Andong, satu pendakian dengan tujuh puncak. Di puncak Andong, kami merasa dibentengi oleh para raksasa. Merbabu dan Merapi menjulang di sisi selatan, ada Sindoro dan Sumbing di sisi barat, Telomoyo dan Lawu mengintip dari timur, dan ada gunung Ungaran di bagian utara. Bahkan barisan bukit Menoreh di Kulon Progo juga terlihat dari puncak Andong. Selain bersyukur, rasanya tak lengkap jika pendakian tanpa berfoto, hehe.

[caption id="attachment_382528" align="aligncenter" width="300" caption="Merbabu dan Merapi di sisi selatan Andong, dengan kota Magelang di lerengnya (dok. pribadi)"]

14310740371831681452
14310740371831681452
[/caption]

[caption id="attachment_382529" align="aligncenter" width="300" caption="Sindoro dan Sumbing di sisi barat (dok. pribadi)"]

1431074105993725667
1431074105993725667
[/caption]

[caption id="attachment_382531" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Telomoyo di sisi timur (dok. pribadi)"]

1431074204582291512
1431074204582291512
[/caption]

[caption id="attachment_382532" align="aligncenter" width="300" caption="Kota Salatiga di sisi utara (dok. pribadi)"]

14310742491043903399
14310742491043903399
[/caption]

[caption id="attachment_382536" align="aligncenter" width="300" caption="Merbabu yang malu-malu diselimuti awan (dok. pribadi)"]

14310744911828137742
14310744911828137742
[/caption]

Meski telah mencapai puncak Andong (yang dari jauh seperti punuk sapi), kami belum menjejakkan kaki di puncak alap-alap yang tampak seperti kepala sapi. Antara puncak Andong dan alap-alap dipisahkan oleh jalur ekstrem sepanjang 200 meter dengan lebar sekitar 1 meter saja! Jalur inilah yang dari kejauhan tampak seperti leher sapi. Pagi itu awan kembali menebal dan rasanya terlalu berisiko jika kami menuju ke puncak alap-alap. Barangkali awan meminta kami kembali datang di lain waktu dan menyisakan beberapa lokasi untuk kami datangi. Tepat pukul 10.00 kami mulai berkemas dan turun dari puncak Andong. Tak lupa kami membawa sampah makanan untuk dibuang di tempat sampah yang ada di basecamp. Perjalanan turun tak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 1 jam 20 menit. Gerimis yang sempat turun malah semakin menambah indah pemandangan hutan pinus yang berada di sekeliling kami. Saat turun, saya berkali-kali memandang ke puncak dan membayangkan bahwa beberapa jam lalu saya ada di sana. Rasanya sungguh luar biasa. Andong adalah gunung yang ramah bagi para pendakinya. Anda baru percaya jika sudah merasakannya sendiri. Andong sangat layak dimasukkan ke dalam tujuan wisata kontemplatif (istilah saya untuk wisata yang membangkitkan kesadaran spiritual), bersama sahabat pun bersama keluarga.

Selamat berkontemplasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun