Melting pot! Melebur. Titik panas itu tersebar di berbagai kota besar. Posisi sentralnya terletak di Jakarta. Lokasi dimana otot dan akal memainkan peran secara berbeda.
Para preman dan organisasinya memainkan peran yang tidak bisa dipandang sebelah mata, kondisi ini merupakan konsekuensi dari gerak laju perkembangan kehidupan perkotaan.Â
Begitu Ian Douglas Wilson mencoba mengurai penjelasannya mengenai Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru, 2018. Penjelasannya tersusun ke dalam 315 halaman yang berurutan.
Dalam kajian Wilson, terdapat faktor latar belakang historis yang tidak terpisahkan dari keberadaan "penjahat kecil" ini pada proses mewarnai kehidupan sosial politik tanah air.
Rentang kajian Wilson ini mengingatkan kita pada konsep implikatif dari sebuah demokrasi yang mengandung kecacatan dengan melahirkan: para Bandar, Bandit dan Badut.Â
Semua yang terlahir tersebut, menjadi ancaman bagi kehidupan demokrasi itu sendiri.Â
Akar Sejarah
Sepanjang kisahnya, kelompok yang membarter imbalan dengan nyali dan keberanian ini, hadir untuk menjadi penjaga kepentingan pemilik kekuasaan.Â
Para jago ini berfungsi untuk memberi perlindungan yang tidak gratis. Terjadi transaksi dan pertukaran.
Sebutan untuk jagoan itu bisa banyak macam, karena pusat kajian Wilson dilakukan di Jakarta, maka istilah centeng dan jawara menjadi kata penggantinya.
Mereka terlibat dalam proses ekonomi-politik. Preman merupakan lesapan kata vrijman yakni orang merdeka.