Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mahasiswa dan Memorialisasi Sejarah yang Tercecer

27 September 2020   09:30 Diperbarui: 29 September 2020   16:28 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Untuk itu, upaya memorialisasi perjuangan Yap Yun Hap, patut diapresiasi. Namun tidak berhenti disitu semata, perlu ada upaya yang serius dalam membangun sensitivitas gerakan mahasiswa dalam usahanya menuntaskan arah demokrasi. Ruang kekuasaan hari ini, mengalami kekosongan penyeimbang narasi, ketiadaan oposisi. Respon dalam penolakan RUU KPK adalah awal penyambung sejarah.

Termasuk memperkuat proses demokratisasi kampus, dengan menghindarkan intervensi kekuasaan dalam tiga pokok penting, yakni (i) kebebasan akademik, (ii) kebebasan mimbar akademik dan (iii) otonomi kampus. Wilayah para intelektual di lingkup kampus harus merdeka dalam mengembangkan pendapat dan pemikiran, dalam kerangka ilmiah bagi kepentingan sosial-politik dan ilmu pengetahuan.

Dan untuk itu, beberapa hal terakhir ini perlu pula mendapatkan penajaman secara kritis, (i) munculnya pakta integritas mahasiswa, yang menjadi indikasi dari cikal bakal pengekangan tiga pilar utama kampus diatas, (ii) penyederhanaan kurikulum dengan menghapus mata pelajaran sejarah, padahal sejarah adalah sarana dalam mempelajari manusia dan perilakunya dalam rentang waktu kehidupan.

Peran dan tugas kesejarahan mahasiswa, sebagai lapisan intelektual harus sampai pada titik harmoni atas kepentingan publik. Berubah menjadi intelektual organik, yang lahir dan hidup untuk menjawab persoalan-persoalan yang muncul di tengah kehidupan masyarakat secara langsung. 

Menghindari terbentuknya kampus sebagai menara gading. Hal ini hanya dapat terjadi ketika ruang demokrasi terbuka lebar, dan tidak dipersempit oleh kepentingan dan intervensi elit di kampus.

Menyemai Nilai

Ketika realitas sosial terbatasi oleh tembok kampus, maka formalisasi gerakan mahasiswa menjadi penentu kebenaran. Kelompok diskusi dan aksi yang tidak termuat dalam organisasi formal kampus, dianggap sebagai mereka yang berbeda -liyan. Padahal gagasan dan ide tentang demokrasi, tidak pernah lahir di forum-forum yang formal, mereka hidup di kamar sempit kontrakan yang progresif.

Berbicara dengan serius tentang nasib bersama sebagai sebuah bangsa dan negara. Tidak hanya sibuk mengejar cita-cita, apalagi hanya sekedar menjadikan organisasi mahasiswa sebagai lembaga lobi dan kompromi, serta batu loncatan kepentingan karir pribadi. Nilai dan ruh itu harus dikembalikan pada tempatnya, karena kelompok terdidik selalu menjadi motor penggerak dan pembaharu.

Karena itu, mahasiswa harus ditempa oleh persoalan riil sosial politik, agar mendapatkan asupan pemahaman tentang peran pentingnya di masyarakat. Mereka yang beruntung mendapatkan pendidikan tinggi dan memiliki mobilitas sosial karenanya, harus kembali ke akar keberadaannya, berkontribusi pada publik dengan jalan apapun berbekal prinsip kebenaran dan keadilan.

Hal itu hanya akan terjadi bila kita mampu berkaca dan belajar dari sejarah, dan kita memang harus terus mempelajari sejarah, karena hidup berputar dalam perulangan. Menolak lupa, merawat ingatan dan melindungi yang tercecer menjadi tugas kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun