Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gaduh Aibon, Desa Fiktif dan Kepemimpinan

13 November 2019   21:23 Diperbarui: 14 November 2019   05:14 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengenai kepemimpinan. (sumber: kompas)

Narasi berkembang, sesuai kepentingan! Meski kontestasi politik baru saja usai, babak baru ternyata telah dimulai. Riak kegaduhan itu terus terasa di linimasa.

Apa yang sama dalam konstruksi kasus Aibon dan Desa Fiktif? Bagaimana kita melihat kejadian ambruknya atap sekolah? Di sisi yang berbeda, ada persoalan kenaikan premi BPJS Kesehatan.

Lantas apa yang mengaitkan semua kejadian tersebut? Satu yang pasti demokrasi penuh kegaduhan memang menjadi bagian dari keseharian kita, bahkan perkara pelukan jadi isu politik besar.

Wacana yang terpolarisasi, terjadi seiring dengan pilihan-pilihan politik yang diambil. Meski telah tuntas tingkat elit melalui politik akomodatif yang kompromistik, di akar rumput masih ada bara tersisa.

Duduk Perkara Lem dan Desa

Soal temuan anggaran janggal aibon adalah sebuah kebaikan, meluruskan apa yang tampak bengkok. Kita boleh tidak bersepakat tentang cara, tetapi maksud yang baik tentu menjadi bagian koreksi.

Begitu juga anggaran desa yang salah sasaran, ini juga tentang inefisiensi alokasi. Posting data yang salah, bisa berujung pada pengambilan tindakan hingga kesimpulan yang keliru, akibatnya fatal. 

Perlu dikaji lebih jauh, adakah motif kesengajaan ataukah kealpaan? Pada posisi kritikal, maka pertanyaan yang menukik, siapa yang akan mengambil keuntungan dari situasi tersebut?.

Sikap skeptikal pada kekuasaan, merupakan kepentingan semua pihak. Mengapa begitu? Karena kekuasaan memiliki tendensi pada penyelewengan, baik untuk kepentingan individu maupun kelompok. Tersebab itu pulalah watchdog diperlukan.

Korupsi! Kata itu berkait tindakan mencoleng anggaran negara, dampaknya merugikan publik pada konteks rendahnya kualitas pembangunan. Skema modelnya, bisa dengan mengakali hingga mentransaksikan pengaruh, jabatan serta kewenangan yang dimiliki.

Problemnya, saluran aspirasi publik yang juga menjadi kanalisasi tindakan anti korupsi juga sedang diperlemah. Walhasil kekacauan tercipta, hukum rimba berlaku. Bisa terjadi tebang pilih kasus, sesuai kepentingan politik kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun