Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Erick, Republika, dan Nilai Berita

7 Desember 2018   07:47 Diperbarui: 7 Desember 2018   08:52 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam kajian komunikasi massa dipelajari mekanisme produksi media, didalamnya diterangkan faktor-faktor pengaruh dalam penentuan nilai berita, dan nilai berita pulalah yang secara objektif menjadi pengatur penempatan dari tingkat urutan dalam refleksi urgency. Pendek kata, penentuan headline dan berita samping, terletak pada signifikansi nilai berita.

Menarik mencermati artikel E.Talk, tulisan Erick Thohir berjudul Saya, Republika dan 212 (6/12) yang seolah hendak menempatkan duduk dan letak kesetimbangan, antara dirinya yang kini berposisi sebagai Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma'ruf dalam kancah politik dengan Republika sebagai media massa yang dimilikinya yang selama ini dipersepsikan mewakili kepentingan umat Islam, serta sikap positioning media tersebut berhadapan dengan momentum monumental Reuni Aksi 212.

Tentu sebagai media yang sudah 26 tahun malang melintang dipanggung jurnalistik nusantara, maka Republika dan awak medianya tidak perlu diragukan kompetensi serta profesionalitasnya, tetapi mungkin penting untuk melakukan penyegaran ulang atas makna nilai berita yang menjadi panduan dalam penyusunan tata urut kepentingan pemberitaan. Tentu naif bila kita melepaskan konsensus akademik, dalam koridor ilmu jurnalistik lantas mengabaikannya begitu saja.

Secara singkat, Erick hendak menyatakan bahwa posisi Republika tidak terkait dengan posisi dirinya saat ini dalam keriuhan Pilpres 2019, netralitas dan objektifitas adalah nafas serta panduan kerja media, hal tersebut terlihat dengan pemuatan berita Reuni Aksi 212 pada halaman muka dengan ilustrasi gambar akan peristiwa akbar tersebut. 

Disisi lain, Erick berbicara tentang kebijakan redaksional yang berbeda antar media. Pada titik tersebut, agaknya menjadi penting bagi Erick, dalam hemat penulis untuk merefleksikan persoalan penting terkait aspek nilai berita pada konteks sebuah media massa.

Produksi Nilai

Pertimbangan atas nilai berita adalah domain dari judgement redaksi, namun ada pakem yang berlaku sebagai pedoman. Diantaranya, (1) persepsi publik dan (2) aksesibilitas konten berita itubsendiri sebagai sebuah materi. Penjabaran dari kombinasi kedua hal tersebut lalu turun kedalam berbagai indikator lain, semisal (1) size -jumlah ukuran, (2)importance -kepentingan publik, (3) proximity-keterlekatan jarak, (4) recency -keterbaharuan dan (5) elite -keterlibatan figur, tentu masih ada berbagai kriteria lain dalam banyak referensi keilmuan.

Sehingga, nilai berita adalah formulasi dari berbagai indikator serta kriteria-kriteria tersebut. Reuni aksi 212 yang telah usai, dalam berbagai aspek alat ukur sebuah media massa tentu memiliki nilai berita, permasalahan selanjutnya apakah layak menjadi artikel utama? Maka kita urai berdasarkan masing-masing kriteria, jumlahnya massif ada kuantitas yang sangat besar. 

Anda bisa perdebatkan angkanya tetapi tampilan visual dapat memberikan ilustrasi empirik bahwa kegiatan tersebut memang berskala akbar. Aksi kali ini berlangsung di jantung Ibukota, dengan segala kemudahan akses peliputan tentunya. Lebih jauh lagi, ada hal penting disana, ekspresi kumpulan yang dahsyat tersebut bertemu dalam gagasan, hemat penulis, tentang wajah Islam yang akhir-akhir ini dipandang secara diametral dan terpisah. 

Diksi tentang anti pancasila, anti NKRI, teroris dan radikal adalah sebuah pernyataan yang kerapkali dilontarkan kepada mayoritas muslim dinegeri ini, penuh kecurigaan.

Bukankah reuni aksi 212 bernuansa politis? Bisa jadi dan sangat mungkin, konfigurasi para elit yang hadir merepresentasikan peta politik nasional, tapi belum tentu sifatnya korelasional, dalam keragaman massa yang terlibat akan sulit membuat motif tunggal, dan mungkin pula motif politik menjadi tidak dominan dibandingkan keresahan dari apa yang dirasakan para peserta reuni. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun